Friday 29 August 2008

Sejarah Hadits

Sejarah Hadits

realitas Al-Hadits merupakan sumber hukum utama sesudah al-Qur'an. Keberadaan al-Hadits merupakan nyata dari ajaran Islam yang terkandung dalam al-Quran. Hal ini karena tugas Rasul adalah sebagai pembawa risalah dan sekaligus menjelaskan apa yang terkandung dalam risalah
yakni al-Quran. Sedangkan al-Hadits, hakikatnya tak lain adalah penjelasan dan praktek dari ajaran al-Quran itu sendiri.

Kendati demikian, keberadaan al-Hadits dalam proses kodifikasinya sangat berbeda dengan al-Quran yang sejak awal mendapat perhatian secara khusus baik dari Rasulullah saw maupun para sahabat berkaitan dengan penulisannya. Bahkan al-Qur'an telah secara resmi dikodifikasikan sejak masa khalifah Abu Bakar al-Shiddiq yang dilanjutkan dengan Utsman bin Affan yang merupakan waktu yang relatif dekat dengan masa Rasulullah.

Sementara itu, perhatian terhadap al-Hadits tidaklah demikian. Upaya kodifikasi al-Hadits secara resmi baru dilakukan pada masa pemerintahan Umar bin Abd. al-Aziz khalifah Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 Hijriyah, waktu yang relatif jauh dari masa Rasulullah saw. Kenyataan ini telah memicu berbagai spekulasi berkaitan dengan otentisitas al-Hadits.

Beberapa penulis dari kalangan orientalis menjadikan hal ini sebagai sasaran tembak untuk membangun teorinya yang mengarah pada peraguan terhadap otentisitas al-Hadits. Goldziher misalnya, dalam karyanya Muhammedanische Studien telah memastikan diri untuk mengingkari adanya pemeliharaan al-Hadits pada masa sahabat sampai awal abad kedua hijriyah. Beberapa penulis muslim seperti halnya Ahmad Amin, juga Isma'il Ad'ham sebagaimana dikutip Mustafa al-Siba'i telah membuat kesimpulan serupa berkaitan dengan otentisitas al-Hadits ini.


Selain yang berkaitan dengan proses kodifikasi al-Hadits, ada pula masalah lain yang menjadi faktor bagi mereka yang ragu akan otentisitas al-Hadits, yaitu tentang adanya larangan penulisan al- Hadits. Al-Hadits adalah merupakan ucapan, perbuatan, dan persetujuan serta gambaran sifat-sifat Rasulullah saw baik sifat khalqiyah atau khuluqiyah yang melekat pada diri Nabi. Setiap event dari episode kehidupan Rasul saw adalah al-Hadits.

Dari sinilah kebanyakan para peneliti Muslim berkesimpulan bahwa menuliskan al-Hadits secara lengkap tentu sulit, karena sama artinya dengan menuliskan setiap peristiwa dan keadaan yang menyertai Rasulullah. Para sahabat yang hidup menyertai Rasulullah bisa jadi merasa tidak perlu mencatat setiap peristiwa yang mereka alami bersama Rasulullah saw. Apa yang mereka alami akan terekam secara otomatis dalam ingatan mereka tanpa harus dicatat, karena mereka
terlibat dalam berbagai peristiwa tersebut. Selain itu tradisi menghafal ketika itu merupakan tradisi yang sangat melekat kuat sehingga banyak kejadian-kejadian lebih banyak terekam dalam bentuk hafalan.

Demikian pula Rasulullah saw secara khusus juga memberikan anjuran untuk menghafalkan al-Hadits serta menyampaikannya pada orang lain sebagaimana sabdanya; "Semoga Allah memperindah wajah orang yang mendengar perkataan dariku lalu menghafalkannya serta
enyampaikannya (pada orang lain)", Mungkin saja orang yang membawa informasi itu menyampaikan kepada orang yang lebih faqih darinya, bisa jadi pula orang yang membawa informasi itu bukan orang yang faqih? (Sunan Abi Dawud Juz III: hal 321)

Di luar adanya rekaman hadits dalam bentuk hafalan yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw, tidak menutup kemungkinan ada beberapa peristiwa yang berhubungan dengan Rasulullah, yang dirasa perlu dicatat, terekam pula dalam bentuk catatan sahabat. Tentang adanya pencatatan ini Imam Bukhari telah meriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut: "Dari Abu Hurairah ra beliau berkata; tidak ada seorang dari sahabat Nabi yang lebih banyak meriwayatkan hadits dariku selain Abdullah bin Amr bin Ash, karena sesungguhnya dia mencatat hadits sedangkan aku tidak". (Shahih Bukhari Juz I (Kitabul Ilm): hal. 32 hadits tersebut diriwayatkan juga oleh al- Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi Juz V,: hal. 39)


Tentang penulisan al-Hadits oleh Abdullah bin Amr ini, diriwayatkan bahwa beliau menulis al-Hadits dengan sepengetahuan Rasulullah saw, bahkan Rasulullah saw memerintahkannya sebagimana riwayat dari Ibnu Amr berikut: "Dari Abdullah bin Amr beliau berkata: 'Saya menulis setiap yang saya dengar dari Rasulullah saw untuk saya hafalkan, maka orang-orang Quraiys mencegahku dengan berkata; 'apakah kamu menulis segala sesuatu yang kamu dengar dari Rasulullah saw ? Sedangkan Rasulullah saw adalah manusia yang kadang-kadang berbicara
dalam keadaan marah dan kadang-kadang dalam keadaan ramah?, maka akupun menghentikan penulisan itu, dan mengadukannya pada Rasululah Saw, maka sambil menunjuk mulutnya beliau bersabda, 'Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak keluar darinya (maksudnya
lisan Rasulullah) kecuali yang hak " (Sunan Abi Dawud Juz III, hal. 318, Musnad Ahmad Juz II, hal. 162)

Catatan Hadits dari Abdullah bin Amr inilah yang beliau namai dengan al-Shahifah al-Shadiqah. Beliau sangat menghargai tulisan ini sebagaimana pernyataannya: "Tidak ada yang lebih menyenangkanku dalam kehidupan ini kecuali al-shadiqah dan al-wahth, adapun al- Shadiqah adalah shahifah yang aku tulis dari Rasulullah saw".(Sunan al-Darimi Juz I, hal. 127)

Selain al-Shahifah al-Shadiqah, ditemukan beberapa riwayat tentang adanya shahifah-shahifah yang ditulis oleh sahabat ketika Rasulullah masih hidup antara lain Shahifah Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada Kitabul Ilm bab Kitabat al-Ilm, demikian juga shahifah Sa'ad bin Ubaddah. Sekitar Larangan Penulisan al-Hadits Sebagaimana telah disebutkan, adanya kegiatan penulisan al- Hadits telah berlangsung semenjak Rasulullah saw masih hidup. Bahkan ada riwayat yang menunjukkan bahwa Abdullah bin Amr menulis al- Hadits atas restu dari Rasulullah sendiri.

Selain itu ada juga riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah memerintahkan menulis al-Hadits untuk Abu Sah sebagimana sabdanya: "Bersabda Rasulullah saw, 'tulislah (khutbahku) untuk Abu Syah'" (Shahih Bukhari Juz 1, hal 31)

Di luar hal ini ada riwayat yang menunjukkan pula bahwa Rasulullah saw melarang penulisan al-Hadits sebagaimana hadits dari Abu Sa'id al Khudri Dari Abu Sa'id Al-Khudri, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda, "Janganlah kalian semua menulis dariku, barang siapa menulis dariku selain al-Quran maka hendaklah menghapusnya" (Shahih Muslim Juz II, hal 710, Musnad Ahmad Juz III, hal 12 dan 21)

Adanya larangan penulisan al-Hadits ini secara lahir kontradiksi dengan fakta penulisan al-Hadits dan perintah penulisan al-Hadits. Dalam menyikapi kontradiksi tersebut muncul beberapa pendapat ulama. Dalam hal ini setidaknya terdapat tiga pendapat antara lain;
(a) Hadits pelarangan telah di-nasakh dengan hadits perintah, hal ini didasarkan atas fakta bahwa hadits perintah khususnya hadits Abu Syah disampaikan setelah Fathu al-Makkah,
(b) larangan bersifat umum, sedangkan perintah bersifat khusus, yaitu berlaku bagi para
sahabat yang kompeten menulis, hal ini karena kebanyakan sahabat adalah ummi atau kurang mampu menulis sehingga dikhawatirkan terjadi kesalahan penulisan,
(c) pendapat ketiga menyatakan bahwa larangan bersifat khusus yaitu menulis al-Hadits bersama dengan al-Quran, karena hal ini dapat menimbulkan kerancuan.

Berkaitan dengan ketiga pendapat tersebut menarik disimak pendapat dua orang pakar Hadits kontemporer yaitu Dr. Nuruddin Itr dan Prof. Dr. Muhammad Musthafa Azami. Menurut Dr. Nurudin Itr, pendapat yang menyatakan bahwa hadits tentang pelarangan telah mansukh dengan hadits perintah tidak dapat menyelesaikan persoalan. Karena seandainya larangan penulisan al-Hadits telah di-nasakh dengan hadits perintah niscaya tidak ada lagi sahabat yang enggan menulis al-Hadits sesudah wafat Rasulullah saw.

Bagi para pencari hadits, hal ini akan menjadi argumen mereka menghadapi para sahabat yang enggan menulis al-Hadits, sebab para pencari hadits ini sangat besar keinginannya untuk membukukan hadits. Karena itu, jalan penyelesaiannya adalah bahwa penulisan al- Hadits pada dasarnya tidak dilarang. Adanya larangan penulisan al- Hadits tidak lain karena adanya illat khusus. Ketika illat itu tidak ada, maka otomatis pelarangan tidak berlaku. Illat yang dimaksud
adalah adanya kekhawatiran berpalingnya umat dari al-Quran karena merasa cukup dengan apa yang mereka tulis.

Untuk memperkuat argumen ini Nurudin Itr mengutip pernyataan Umar bin Al-Khaththab sebagai mana diriwayatkan oleh Urwah bin Zubair: Kata Umar: 'Sesungguhnya saya pernah berkeinginan untuk menuliskan sunnah-sunnah Rasulullah saw, tetapi aku ingat bahwa kaum sebelum kamu menulis beberapa kitab lalu mereka menyibukkan diri dengan kitab-kitab itu dan meninggalkan kitab Allah. Demi Allah saya tidak akan mencampuradukkan kitab Allah dengan sesuatu apapun buat selama- lamanya"

Sedangkan Prof. Muhammad Musthafa Azami berpendapat bahwa larangan penulisan al-Hadits berlaku untuk penulisan hadits bersama al-Quran dalam satu naskah. Hal ini karena dikhawatirkan akan terjadi percampuran antara Hadits dengan al-Quran. Ada dua argumen yang disampaikan Azami, pertama bahwa Nabi mengimlakkan sendiri haditsnya. Ini berarti penulisan al-Hadits pada dasarnya tidak dilarang. Kedua, adanya penulisan al-Hadits yang dilakukan oleh banyak sahabat yang telah direstui oleh Rasulullah saw. Berdasarkan dua alasan tersebut secara umum penulisan Hadits tidak dilarang, adanya pelarangan bersifat khusus yaitu menulis Hadits bersama al- Quran.

Kesimpulan
----------
Proses kodifikasi al-Hadits adalah proses pembukuan al-Hadits secara resmi yang dikoordinasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah Khalifah, bukan hanya kegiatan penulisan al-Hadits semata, karena kegiatan penulisan al-Hadits secara berkesinambungan telah dimulai sejak Rasulullah saw masih hidup. Berangkat dari realitas ini adanya tuduhan bahwa al-Hadits sebagai sumber yurisprudensi diragukan otentisitasnya atau tidak otentik merupakan tuduhan yang tidak beralasan karena tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Tentang adanya larangan penulisan Hadits yang kemudian dikaitkan dengan ke- bid'ah-an penulisannya, hal ini patut dimaknai bahwa larangan tersebut sebenarnya adalah larangan secara khusus yaitu larangan untuk menuliskan al-Hadits bersama al-Quran dalam satu tempat sehingga dikhawatirkan menimbulkan kerancuan, atau larangan yang dapat menyebabkan para sahabat menyibukkan diri dalam penulisan al- Hadits sehingga mengesampingkan al-Quran. Hal ini berdasarkan fakta
bahwa penulisan hadits sebenarnya telah dimulai sejak zaman Rasulullah saw yang diperintahkan sendiri oleh Rasulullah saw kepada sahabat tertentu.

Ref:

- Abu Dawud, al-Imam, Sunan Abi Dawud, Maktabah Dahlan, Indonesia
- Azami, Muhammad Musthafa, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya
Pustaka Firdaus, Jakarta, 1994

Keluarga Sakinah Harapanku


Keluarga Sakinah Harapanku: Dasar Hidup

Oleh: Azhari
baitijannati – Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan ijab Kabul, saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Dan bagi orang yang telah menikah dia telah menguasai separuh agamanya.
Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. [HR. al-Hakim].
Sebuah rumah tangga bagaikan sebuah bangunan yang kokoh, dinding, genteng, kusen, pintu berfungsi sebagaimana mestinya. Jika pintu digunakan sebagai pengganti maka rumah akan bocor, atau salah fungsi yang lain maka rumah akan ambruk. Begitu juga rumah tangga suami, istri dan anak harus tahu fungsi masing-masing, jika tidak maka bisa ambruk atau berantakan rumah tangga tersebut.
Mari kita telaah satu persatu masing-masing fungsi suami dan istri tersebut.

Kewajiban Suami
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, tetapi disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam rumah tangga. Alloh SWT dalam hal ini berfirman:
Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta mereka. (Qs. an-Nisaa’: 34).
Menikah bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi bukan salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin bagi keluarganya.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. (Qs. at-Tahriim: 6).
Suami juga harus mempergauli istrinya dengan baik:
Dan pergauilah isteri-isteri kalian dengan baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (Qs. an-Nisaa’: 19).
Barang siapa menggembirakan hati istri, (maka) seakan-akan menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Manakala suami merengkuh telapak tangan istri (diremas-remas), maka berguguranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jarinya. [HR. Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi' dari Abu Sa'id Al-Khudzri].
Dalam satu kisah diceritakan, pada suatu hari istri-istri Rasul berkumpul ke hadapan suaminya dan bertanya, “Diantara istri-istri Rasul, siapakah yang paling disayangi?” Rasulullah Saw hanya tersenyum lalu berkata, “Aku akan beritahukan kepada kalian nanti.
Setelah itu, dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah memberikan sebuah kepada istri-istrinya masing-masing sebuah cincin seraya berpesan agar tidak memberitahu kepada istri-istri yang lain. Lalu suatu hari hari para istri Rasulullah itu berkumpul lagi dan mengajukan pertanyaan yang sama. Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Yang paling aku sayangi adalah yang kuberikan cincin kepadanya.” Kemudian, istri-istri Nabi Saw itu tersenyum puas karena menyangka hanya dirinya saja yang mendapat cincin dan merasakan bahwa dirinya tidak terasing.
Bahkan tingkat keshalihan seseorang sangat ditentukan oleh sejauh mana sikapnya terhadap istrinya. Kalau sikapnya terhadap istri baik, maka ia adalah seorang pria yang baik. Sebaliknya, jika perlakuan terhadap istrinya buruk maka ia adalah pria yang buruk.
Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah. [al-Hadits].
Orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik perlakuannya terhadap keluarganya. Sesungguhnya aku sendiri adalah yang paling baik diantara kalian dalam memperlakukan keluargaku. [al-Hadits].
Begitulah, suami janganlah kesibukannya mencari nafkah di luar rumah lantas melupakan tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga. Suami berkewajiban mengontrol dan mengawasi anak dan istrinya, agar mereka senantiasa mematuhi perintah Allah, meninggalkan larangan Allah swt sehingga terhindar dari siksa api neraka. Ia akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah jika anak dan istrinya meninggalkan ibadah wajib, melakukan kemaksiatan, membuka aurat, khalwat, narkoba, mencuri, dan lain-lain.
Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. [HR. Bukhari].

Kewajiban Istri
Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan menjaga kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang dituntut bagi seorang istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan, bertanggung jawab langsung menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga keselamatan mereka lahir-batin, dunia-akhirat.
Tanggung jawab seperti itu bukan main beratnya. Para suami harus berusaha mengantar istri dan anak-anaknya untuk bisa memperoleh jaminan surga. Apabila anggota keluarganya itu sampai terjerumus ke neraka karena salah bimbing, maka suamilah yang akan menanggung siksaan besar nantinya.
Ketaatan seorang istri kepada suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia dan akhirat. Istri boleh membangkang kepada suaminya jika perintah suaminya bertentangan dengan hukum syara’, missal: disuruh berjudi, dilarang berjilbab, dan lain-lain.
Perempuan apabila sembahyang lima waktu, puasa bulan Ramadhan, memelihara kehormatannya serta taat akan suaminya, masuklah dia dari pintu syurga mana saja yang dikehendaki. [al-Hadist].
Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah. [HR. Muslim, Ahmad dan an-Nasa'i].
Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). (Qs. an-Nisaa’: 34).
Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah. (Qs. al-Ahzab: 32).
Sekiranya aku menyuruh seorang untuk sujud kepada orang lain. Maka aku akan menyuruh wanita bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadap mereka. [al-Hadits].
Sebaik-baik wanita adalah yang menyenangkan hatimu jika engkau memandangnya dan mentaatimu jika engkau memerintahkan kepadanya, dan jika engkau bepergian dia menjaga kehormatan dirinya serta dia menjaga harta dan milikmu. [al-Hadist].
Perselisihan
Suami dilarang memukul/menyakiti istri, jika terjadi perselisihan ada beberapa tahapan yang dapat ditempuh,
Istri-istri yang kalian khawatirkan pembangkangannya, maka nasihatilah mereka, pisahkanlah mereka dari tempat tidur, dan pukullah mereka (dengan pukulan yang tidak membahayakan). Akan tetapi, jika mereka menaati kalian, janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. (Qs. an-Nisaa’: 34).
Hendaklah engkau beri makan istri itu bila engkau makan dan engkau beri pakaian kepadanya bilamana engkau berpakaian, dan janganlah sekali-kali memukul muka dan jangan pula memburukkan dia dan jangan sekali-kali berpisah darinya kecuali dalam rumah. [al-Hadits].
Jika kalian merasa khawatir akan adanya persengketaan diantara keduanya, maka utuslah seorang (juru damai) dari pihak keluarga suami dan sorang juru damai dari pihak keluarga istri. Jika kedua belah pihak menghendaki adanya perbaikan, niscaya Allah akan memberi taufik kepada suami-istri. (Qs. an-Nisaa’: 35).
Demikianlah Islam mengatur dengan sempurna kehidupan keluarga sehingga terbentuk keluarga sakinah dan bahagia dunia-akhirat. Wallahua’lam. (baitijannati.wordpress.com)

Monday 4 August 2008

Teman dan Musuh


TIPE MANUSIA MUSUH DAN TEMAN SYETAN

A. Tipe manusia yang dimusuhi syetan

  1. Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi Wa sallam
  2. Orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya
  3. Orang yang memahami A Quran disaat mengamalkannya
  1. Muadzin yang ikhlas pada lima waktu shalat
  2. Orang yang mencintai fakir miskin dan anak yatim
  3. Orang yang berbelas hati
  4. Orang yang tunduk pada kebenaran
  5. Pemuda yang tekun kepada Allah SWT dan taat
  6. Orang yang hanya makan barang yang halal
  7. Orang yang berkasih sayang karena Allah
  8. Orang yang selalu membiasakan shalat jamaah
  9. Orang yang suka shalat malam ketika orang lain sedang lelap dalam tidurnya
  10. Orang yang senatiasa menjaga diri dari seluruh perbuatan haram
  11. Orang yang menasehati orang lain dengan tanpa pamrih
  12. Orang yang selalu menjaga wudlu’nya
  13. Orang yang ringan tangan dalam membantu orang lain
  14. Orang yang berakhlaq mulia
  15. Orang yang mempunyai keyakinan kuat bahwa Allah menjamin dirinya
  16. Orang yang berbuat kebajikan kepada para janda
  17. Orang yang bersiap mati dengan mempersiapkan amal kebajikan
  18. Orang yang hanya takut kepada Allah SWT

B. Tipe manusia teman syetan

  • 1. Pemimpin yang menyeleweng (dholim)
  • 2. Orang-orang yang sombong
  • 3. Orang-orang kaya yang tidak tahu untuk apa hartanya dimanfaatkan(isrof)
  • 4. Orang-orang berilmu yang membiarkan penguasa dholim
  • 5. Pedagang yang khianat
  • 6. Penimbun harta
  • 7. Pezina
  • 8. Pemakan riba
  • 9. Orang yang kikir
  • 10. Peminum khamer yang tidak kunjung berhenti

Dampak negatip perbuatan maksiyat dan dosa

  • 1. menghalangi masuknya ilmu
  • 2. menghalangi datangnya rizqi
  • 3. menghalangi ketaatan
  • 4. melemahkan badan dan mengeraskan hati
  • 5. mengakibatkan umur pendek dan menghapuskan barakah
  • 6. melemahkan hati dan kemauan
  • 7. menyebabkan kehinaan hamba di hadapan Allah SWT
  • 8. akan semakin menambah perbuatan dosa yang lain
  • 9. mewarisi kehinaan musuh-musuh Allah SWT
  • 10. merusak akal sehat
  • 11. membutakan mata hati dan melemahkan kata hati
  • 12. menimbulkan kerusakan di muka bumi
  • 13. menghilangkan rasa malu
  • 14. menjadi teman syetan
  • 15. mengeluarkan hamba dari lingkaran kebaikan
  • 16. memunahkan keni’matan karena akan mendapatkan sisksa yang
  • pedih
  • 17. menimbulkan kegoncangan hati dan menjadi liar
  • 18. menghilangkan istiqamah
  • 19. memudarkan cahaya hati
  • 20. menjatuhkan wibawa
  • 21. terputusnya hubungan dengan Allah SWT
  • 22. menimbulkan rasa takut dan was-was
Powered by Blogger.

Followers