Monday 11 April 2016

Sholat Khusu'

Tip menghadirkan khusyu dalam sholat
Menghadirkan khusyu' dalam sholat dalam dilakukan melalui dua cara. Pertama: mengupayakan amalan-amalan yang merangsang kekhusyu'an dan kedua: menghilangkan hal-hal yang merusak kekhusyu'an.
Adapun amalan-amalan yang mengantarkan kepada kekhusyu'an adalah sbb:
1.      Persiapkan diri untuk sholat. Itu dimulai dengan mendengarkan adzan dan mengikutinya, berdoa adzan, memperbaiki wudlu, berdoa setalah wudlu, melakukan siwak sebelum sholat, mempesiapkan baji sholat, tempat sholat dan menunggu waktu sholat. Bukan bergegas sholat ketika waktu hampir lewat.
2.      Thoma'ninah: yaitu berhenti sejenak pada setiap rukun-rukun sholat. Dalam hadist diriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. ketika sholat, beliau melakukan thma'ninah hingga semua anggota badan beliau kembali pada tempatnya. (H.R. Abu Dawud dll.) Dalam hadist lain Rasulullah s.a.w. bersabda:"Seburuk-buruk pencuri adalah pencuri sholat. Bagaimana itu wahai Rasulullah, tanya sahabat. "Mereka yang tidak menyempurnakan ruku' dan sujudnya. (H.R. Ahmad dan Hakim: sahih). Seseorang tidak akan bisa khusyu' tanpa thoma'ninah ini karena cepatnya pergerakan sholat telah menghilangkan kekhusyu'an dan konsentrasi hati.
3.      Ingat kematian saat sholat. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:"Ingatlah mati saat kamu sholat, sesungguhnya seseorang yang ingat mati saat sholat maka ia akan memperbaiki sholatnya, dan sholatlah seperti sholatnya orang yang mengira itu sholatnya yang terakhir" (Dailami: sahih). Rasul juga pernah berpesan kepada Abu Ayub r.a. "Sholatlah seperti sholatnya orang yang pamitan" (Ahmad: sahih).

4.      Tadabbur (menghayati) ayat-ayat Quran yang dibaca saat sholat, begitu juga dzikir-dzikir dan bacaan sholat lainnya lainnya serta menyerapkannya dalam diri mushalli.

Sunday 10 April 2016

Ilmu hadits

Ilmu Hadis


Pengertian Hadis dan Ilmu Hadis

 Al-Hadis
 dari segi bahasa mengandung beberapa arti, arti kata hadis dalam kamus al-munawir di antaranya yang baru, perkataan,  pembicaraan, kabar, cerita dan percakapan. Secara terminologi Mahmud Ath-Thahan, sebagaimana dalam Abdul Majid Khon (2009: 2), mendefinisikan:
Sesuatu yang datang dari Nabi saw baik berupa perkataan atau  perbuatan dan atau persetujuan.
Abdul Majid Khon (2009: 3) mengatakan bahwa hadis merupakan sumber berita yang datang dari Nabi SAW dalam segala bentuk baik  berupa perkataan, perbuatan, maupun sikap pertujuan.

 Sebagian ulama ada yang memasukkan sifat, sejarah dan cita-cita  Nabi SAW pada definisi hadis (Khon, 2009: 4). Sifat ini meliputi sifat fisik maupun sifat perangai. Sehingga banyak ulama yang menyamakan hadis dengan sunah, walaupun sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya. Definisi sunah menurut ahli ushul fikih sebagaimana disampaikan Abdul Majid Khon (2009) adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari  Nabi SAW yang bukan Alquran baik berupa segala perkataan, perbuatan maupun pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum
 syara’ 
. Para ulama hadis menyamakan hadis dengan sunah. Mereka mengatakan bahwa sunah adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW yang berhubungan dengan hukum sara‟, baik berupa perkataan,
 perbuatan maupun takrir beliau. Dengan pemahaman ini mereka mendefinisikan hadis atau sunah sebagai segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW selain Alquran al-Karim baik berupa perkataan,  perbuatan, maupun takrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi
hukum sara‟ (Suparta, 2002: 10).
 Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy perbedaan antara Hadis dan Sunah adalah bahwa Hadis konotasinya adalah segala peristiwa yang dinisbatkan kepada Nabi SAW walaupun hanya sekali saja beliau mengucapkannya atau mengerjakannya dan walaupun hanya diriwayatkan oleh hanya seorang saja. Sedangkan Sunah adalah sesuatu yang diucapkan atau dilaksanakan Nabi SAW terus menerus, dinukilkan dari masa ke masa dengan jalan
mutawatir
(Soetari, 1997: 7). Soetari (1997) menyampaikan perbedaan antara hadis dan sunah  bahwa hadis adalah berita tentang ucapan, perbuatan dan hal ihwal Nabi SAW, sedangkan sunah adalah jejak dan langkah Nabi SAW yang terbentuk melalui tindakan-tindakan dan ucapan-ucapan Nabi SAW. Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan
   Ulumul Hadis mengandung dua kata, yaitu „ ulum’ dan „ al- Hadis ‟. Kata „ ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm , yang berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi bahasa
mengandung beberapa arti, arti kata hadis dalam kamus al-munawir di antaranya yang baru, perkataan, pembicaraan, kabar, cerita dan  percakapan. Gabungan kata ulum dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang selanjutnya dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadis yang memiliki pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadis Nabi SAW”.
 Menurut ulama mutaqaddimun
, ulumul hadis ialah: bisa diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang sunah Nabi SAW dalam hal sanad, matan, lafaz, dan makna dari segi makbul dan mardudnya, dan hal-hal yang berkaitan dengannya dari cara-cara  bagaimana hadis dibawa dan diriwayatkan, cara-cara bagaimana hadis diteliti dan ditulis, serta aturan periwayatan dan pencariannya.

Surat Al-Asr (2)

Kandungan Surat Al ‘Ashr

Pada ayat pertama: 
(وَالْعَصْرِ)
   Allah ? bersumpah dengan al ‘ashr yang bermakna waktu, zaman atau masa. Pada zaman/masa itulah terjadinya amal perbuatan manusia yang baik atau pun yang buruk. Jika waktu atau zaman itu digunakan untuk amal kebajikan maka itulah jalan terbaik yang akan menghasilkan kebaikan pula. Sebaliknya jika digunakan untuk kejelekan maka tidak ada yang dihasilkan kecuali kerugian dan kecelakaan.
Rasulullah ? bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌمِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang kebanyakan orang lalai di dalamnya; kesehatan, dan waktu senggang” (HR. At Tirmidzi no. 2304, dari shahabat Abdullah bin Abbas ?)
Kemudian di hari kiamat kelak Allah ? akan menanyakan tentang umur seseorang, untuk apa dia pergunakan? Sebagaimana hadits Rasulullah ? yang diriwayatkan oleh shahabat Abdullah bin Mas’ud ?, beliau ? bersabda:


لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ

“Tidaklah bergeser telapak kaki bani Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang lima perkara; umurnya untuk apa ia gunakan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang telah ia ketahui. (HR. At Tirmidzi no. 2416 dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 947)
Kemudian Allah ? menyebutkan ayat berikutnya:

إِنَّ الإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi.”
   Lafazh al insan pada ayat di atas secara kaidah tata bahasa Arab mencakup keumuman manusia tanpa terkecuali. Allah ? tidak memandang agama, jenis kelamin, status, martabat, dan jabatan, melainkan Allah ? mengkhabarkan bahwa semua manusia itu dalam keadaan celaka kecuali yang memilki empat sifat yang terdapat pada kelanjutan ayat tersebut.
   Kerugian yang dimaksud dalam ayat ini bermacam-macam, bisa kerugian yang bersifat mutlak, seperti keadaan orang yang merugi di dunia dan di akhirat, yang dia kehilangan kenikmatan dan diancam dengan balasan di dalam neraka jahim. Dan bisa juga kerugian tersebut menimpa seseorang akan tetapi tidak mutlak hanya sebagian saja. (Taisir Karimirrahman, karya Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di)


Pertama: Keimanan
   Sifat yang pertama adalah beriman, diambil dari penggalan ayat:

إِلاَّ الَّذيْنَ ءَامَنُوْا
“Kecuali orang-orang yang beriman”
Iman adalah keimanan terhadap seluruh apa yang Allah ? perintahkan untuk mengimaninya, dari beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, malaikat-malaikat-Nya, hari akhir, dan beriman kepada takdir, serta segala sesuatu yang dapat mendekatkan kepada Allah ? dari keyakinan-keyakinan yang benar dan ilmu yang bermanfaat.
   Penggalan ayat di atas memiliki kandungan makna yang amat berharga yaitu tentang kewajiban menuntut ilmu agama yang telah diwariskan oleh Nabi ?.
Mengapa demikian? Tentu, karena tidaklah mungkin seseorang mencapai keimanan yang benar dan sempurna tanpa adanya ilmu pengetahuan terlebih dahulu dari apa yang ia imani dari Al Qur’an dan As Sunnah.
Allah ? berfirman (artinya):
“Allah bersaksi (bersyahadat untuk diri-Nya sendiri) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Dia (Allah), para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga bersyahadat yang demikian itu), …” (Ali Imran: 19)
   Dalam ayat yang mulia ini Allah ? menggandengkan syahadat orang-orang yang berilmu dengan syahadat untuk diri-Nya sendiri dan para Malaikat-Nya. Padahal syahadat laa ilaaha illallaah merupakan keimanan yang tertinggi. Hal ini menunjukkan tingginya keutamaan ilmu dan ahli ilmu. Bahkan para ulama menerangkan bahwa salah satu syarat sahnya syahadat adalah berilmu, yaitu mengetahui apa ia persaksikan. Sebagaimana firman Allah ?:

إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَ هُمْ يَعْلَمُوْنَ
“Kecuali barangsiapa yang bersyahadat dengan haq (tauhid), dalam keadaan mereka mengetahuinya (berilmu).” (Az Zukhruf: 86)
Sehingga tersirat dari penggalan ayat:

إِلاَّ الَّذيْنَ ءَامَنُوْا
kewajiban menimba ilmu agama. Terlebih lagi Rasulullah ? menegaskan dalam haditsnya:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu (agama) adalah fardhu (kewajiban) atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224)

Kedua: Beramal shalih
   Sifat yang kedua adalah beramal shalih, diambil dari penggalan ayat (artinya):

وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
“Dan beramal shalih.”
Amalan shalih itu mencakup amalan zhahir yang dikerjakan oleh anggota badan maupun amalan batin, baik amalan tersebut bersifat fardhu (wajib) atau pun bersifat mustahab (anjuran).
   Keterkaitan antara iman dan amal shalih itu sangatlah erat dan tidak bisa dipisahkan. Karena amal shalih itu merupakan buah dan konsekuensi dari kebenaran iman seseorang. Atas dasar ini para ulama’ menyebutkan salah satu prinsip dasar dari Ahlus Sunnah wal jama’ah bahwa amal shalih itu bagian dari iman. Iman itu bisa bertambah dengan amalan shalih dan akan berkurang dengan amalan yang jelek (kemaksiatan)
   Oleh karena itu, dalam Al Qur’an Allah ? banyak menggabungkan antara iman dan amal shalih dalam satu konteks, seperti dalam ayat ini atau ayat-ayat yang lainnya. Diantaranya firman Allah ? (artinya): “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (An Nahl: 97)
   Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di: “Jika dua sifat (iman dan amal shalih) di atas terkumpul pada diri seseorang maka dia telah menyempurnakan dirinya sendiri.” (Taisir Karimirrahman)


Ketiga: Saling menasehati dalam kebenaran
   Merupakan salah satu dari sifat-sifat yang menghindarkan seseorang dari kerugian adalah saling menasehati diantara mereka dalam kebenaran, dan di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah ? serta meninggalkan perkara-perkara yang diharamkan-Nya.
Nasehat merupakan perkara yang agung, dan merupakan jalan rasul di dalam memperingatkan umatnya, sebagaimana Nabi Nuh ? ketika memperingatkan kaumnya dari kesesatan: “Dan aku memberi nasehat kepada kalian.” (Al A’raaf: 62).
   Kemudian Nabi Hud ? yang berkata kepada kaumnya: “Aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.” (Al A’raaf: 68)
Dengan nasehat itu maka akan tegak agama ini, sebagaimana sabda Rasulullah ? di dalam haditsnya:

الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
“Agama ini adalah nasehat” (H.R Muslim no. 90 dari shahabat Tamim Ad Daari ?)
   Bila nasehat itu mulai kendor dan runtuh maka akan runtuhlah agama ini, karena kemungkaran akan semakin menyebar dan meluas. Sehingga Allah ? melaknat kaum kafir dari kalangan Bani Israil dikarenakan tidak adanya sifat ini sebagaimana firman-Nya (artinya): “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka perbuat.” (Al Maidah: 79)
   Demikian pula orang-orang munafik yang diantara mereka saling menyuruh kepada perbuatan mungkar dan melarang dari perbuatan yang ma’ruf, Allah ? telah memberitakan keadaan mereka di dalam Al Quran, sebagaimana firman-Nya (artinya): “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian mereka dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh kepada perbuatan yang mungkar dan melarang dari perbuatan yang ma’ruf.” (At Taubah: 67)

Keempat: Saling menasehati dalam kesabaran
   Saling menasehati dalam berbagai macam kesabaran, sabar di atas ketaatan terhadap Allah ? dan menjalankan segala perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya, sabar terhadap musibah yang menimpa serta sabar terhadap takdir dan ketetapan-Nya.
   Orang-orang yang bersabar di atas kebenaran dan saling menasehati satu dengan yang lainnya, maka sesungguhnya Allah ? telah menjanjikan bagi mereka pahala yang tidak terhitung, Allah ? berfirman (artinya): “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar:10)
   Jika telah terkumpul pada diri seseorang keempat sifat ini, maka dia telah mencapai puncak kesempurnaan. Karena dengan dua sifat pertama (iman dan amal shalih) ia telah menyempurnakan dirinya sendiri, dan dengan dua sifat terakhir (saling menasehati dalam kebenaran dan dalam kesabaran) ia telah menyempurnakan orang lain. Oleh karena itu, selamatlah ia dari kerugian, bahkan ia telah beruntung dengan keberuntungan yang agung. Wallahu A’lam.



Penutup
   Demikianlah para pembaca sedikit dari apa yang kami sampaikan mengenai tafsir Surat Al ‘Ashr semoga dapat memberikan bimbingan kepada kita semua di dalam menempuh agama yang telah diridhai oleh Allah ? ini. Dan tentunya kita berharap agar dapat memiliki 4 sifat yang akan menyelamatkan kita dari kerugian baik di dunia maupun di akhirat. Amin, Ya Rabbal ‘alamin.

Surat Al-Asr (1)

Surat terpendek dari Al Qur’an yaitu surat Al Ashr. 

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3)

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ‘Ashr: 1-3)
Kedudukan Surat Al ‘Ashr
   Al Qur’an adalah kalamullah ? (firman Allah) sebagai pedoman dan petunjuk ke jalan yang lurus bagi umat manusia. Allah ? berfirman (artinya):
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus.” (Al Israa’: 9)
   Sehingga semua ayat-ayat Al Qur’an memiliki kedudukan dan fungsi yang agung. Demikian pula pada surat Al ‘Ashr, terkandung di dalamnya makna-makna yang amat berharga bagi siapa saja yang mentadabburinya (memahaminya dengan seksama).
Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i menegaskan tentang kedudukan surat Al ‘Ashr, beliau berkata:


لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسِعَتْهُمْ

“Sekiranya manusia mau memperhatikan (kandungan) surat ini, niscaya surat ini akan mencukupkan baginya.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada Surat Al ‘Ashr)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa perkataan Al Imam Asy Syafi’i itu adalah tepat karena Allah ? telah mengkhabarkan bahwa seluruh manusia dalam keadaan merugi (celaka) kecuali barang siapa yang mu’min (beriman) lagi shalih (beramal shalih) dan ketika bersama dengan yang lainnya saling berwasiat kepada jalan yang haq dan saling berwasiat di atas kesabaran. (Lihat Majmu’ Fatawa, 28/152)



Keutamaan Surat Al ‘Ashr
Al Imam Ath Thabrani menyebutkan dari Ubaidillah bin Hafsh ?, ia berkata: “Jika dua shahabat Rasulullah ? bertemu maka keduanya tidak akan berpisah kecuali setelah salah satu darinya membacakan kepada yang lainnya surat Al ‘Ashr hingga selesai, kemudian memberikan salam.” (Al Mu’jamu Al Ausath no: 5097, dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Ash Shahihah no. 2648)


Hati Manusia

Tingkatan Hati Manusia

Hati kita sejatinya memiliki beberapa tingkatan (arab: maqam). Tingkatan ini bukanlah secara dhohir (tampak), tapi bathin. Adapun beberapa tingkatan hati adalah sebagai berikut (dari yang terdekat/terluar). 

1. Bashiroh (mata hati/the eye of heart) ~ membedakan baik/buruk
Ini adalah bagian/tingkatan terluar hati. Tugas dari bashiroh adalah mendeteksi baik/buruk suatu perbuatan. Korupsi itu buruk. Bersedekah itu baik. Yang tahu itu baik/buruk adalah bashiroh.

2. Dhomir (moral) ~ mengerjakan atau tinggalkan
Kedalam lagi, ada dhomir yang berfungsi untuk menggerakkan agar kita mengerjakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Yuk bersedekah. Jangan korpusi. Yang bilang kerjakan/tinggalkan adalah dhomir.

3. Fuad (hakim) ~ menghakimi apakah kita baik/buruk
Semakin kedalam lagi, ada fuad (hakim). Tidak ada suap-menyuap dalam bagian ini. Contoh: bashiroh mengatakan korupsi itu tidak baik lalu dhomir menyuruh kita untuk meninggalkannya. Nah, fuad akan bilang bahwa anda orang baik. Contoh lain: kata bashiroh mengatakan korupsi itu tidak baik lalu dhomir malah menyuruh kita untuk tidak meninggalkannya. Nah, fuad akan bilang bahwa anda bukan orang baik.

4. Sirr (misteri) ~ mengetahui misteri dalam hati
Terus kedalam, ada sirr (misteri). Contoh: adanya flu burung itu bukan hanya disebabkan oleh virus, tapi ada ‘hal lain’ yang masih misteri. ‘Hal lain’ tersebut bisa dilihat dan dirasakan oleh orang-orang yang tingkatan hatinya sudah sampai sirr. Artinya, bagian hati ini sudah aktif/berfungsi. Orang-orang tersebut adalah auliyaullah.
5. Lathifah (perangkat lunak) ~ mengakses informasi di lauhul mahfudz

Bagian hati paling dalam adalah lathifah. Bahasa gampangnya adalah internet. Bagian ini dapat mengakses berbagai informasi di lauhul mahfudz. Inilah tingkatan paling mulia.

Sufi dan Fisika

Sufisika 

    Sufisika (gabungan dari Sufi dan Fisika) adalah ilmu yang mempelajari keserupaan metafora atau pola berpikir atau perenungan antara sufisme dan Fisika Modern.

    Apa mungkin mengkaitkan Sufisme dan Fisika Modern? Sufisme atau tasawuf biasanya dikaitkan dengan tazkiyat al nafs (menyucikan diri), ishlah al qalb (pembersihkan hati) dari akhlak-akhlak tercela, pendekatan diri kepada Tuhan serta kehidupan spiritual lainnya. Sementara Fisika merupakan ilmu modern untuk menerangkan interaksi antara energi dan materi mulai dari partikel-partikel elementer seperti quark, elektron, dan proton sampai benda-benda makroskopis seperti bintang dan galaksi. Fisika berkaitan dengan materi yang tangible (dapat dipegang) atau hal-hal yang dapat diterangkan secara rasional.

   Titik kontras yang lain adalah pandangan awam bahwa belajar tasawuf atau menjadi sufi sering disalahartikan sebagai suatu bentuk kehidupan yang agak egoistik. Untuk mencapai tujuan, seorang sufi dipersepsikan musti meninggalkan kehidupan material keduniaan, meninggalkan keramaian, mengasingkan diri dari pergaulan manusia, bahkan sampai ekstrimnya berhubungan dengan manusia hanya akan mengganggu dirinya untuk bercengkerama dengan Tuhan. Sementara untuk belajar Fisika, yang pertama kali dihadapi adalah benda yang ditemui sehari-hari, dan kemudian dilihat sifat dan perilaku material, serta kemudian dilakukan percobaan atau pengamatan di laboratorium atau di lapangan sehingga ditemukan hukum-hukum Fisika yang obyektif, dapat diulang dan konsisten. Hal-hal yang bersifat spiritual atau yang tidak rasional harus ditinggalkan di Fisika. Belajar Fisika dapat dilakukan oleh semua orang pada semua jenjang, namun untuk belajar menjadi sufi seseorang harus melewati suatu maqam-maqam tertentu yang tidak mudah.

  Sekilas tampak sekali susah mencari titik temu antara keduanya, perbedaan-perbedaan tersebut terjadi makin jelas antara Fisika klassik (Newtonian) dengan praktik-praktik yang tampak dari luar dari Sufisme. Namun dalam tatanan Fisika modern dan filosofi Sufisme ternyata terjadi banyak kemiripan. Sebagai contoh: bahasa yang digunakan Fisika modern dan Sufisme merupakan bahasa metafora. Hal ini merujuk kepada suatu realitas yang lebih dalam, pada hal-hal yang tidak dapat diterangkan, paradoks dan yang tidak masuk akal. Penjelasan metafora untuk menyatakan misteri yang tersembunyi dari realitas metafisik dan energi-energi di luar pemahaman manusia.

   Sebelum masuk lebih jauh pada kaitan sufisme dan Fisika modern, ada baiknya gambaran tentang Fisika klasik kita lihat kembali. Konsep filosofis Fisika klasik adalah analitik, mekanistik dan deterministik. Bahkan cenderung reduksionis untuk mengambarkan alam semesta mengikuti filosofi Descartes dan Bacon. Dalam Fisika Newtonian ini semua fenomena yang ada di semesta dapat diurai secara analitik berdasarkan hukum-hukum Fisika yang pasti. Pada dasarnya apabila kondisi awal suatu keadaan diketahui dan semua medan gaya yang berpengaruh diperhitungankan maka perilaku suatu benda (posisi dan momentum) untuk waktu berikutnya dapat ditentukan. Hukum Fisika ini dapat diterapkan mulai dari hal sederhana seperti benda jatuh bebas sampai perhitungan posisi planet-planet dalam tatasurya. Salah satu contoh yang menakjubkan dari hasil perhitungan Fisika Newtonian ini adalah ramalan tentang waktu gerhana bulan atau matahari sampai dalam orde detik dan ternyata cocok dengan hasil pengamatan.

    Tidak dapat disangkal bahwa cara berpikir Fisika klasik ini telah memicu kemajuan teknologi yang dimulai dengan revolusi industri di Eropa. Mesin-mesin dirancang dengan disain yang berdasarkan perhitungan analitik-mekanistik yang pasti. Dan dalam tatanan filosofi, alam semesta merupakan mesin raksasa yang berputar secara terus-menerus dan dapat diprediksi. Disini hal-hal yang berbau mistik seperti peran dewa-dewa, roh nenek moyang, kekuatan supranatural, dan mahluk halus tidak ada lagi dalam hidup manusia. Bahkan Tuhan pun cenderung untuk dinihilkan. Kalaupun Tuhan dianggap ada, maka peran Tuhan sudah sangat direduksi sebagai sekadar pencipta awal, dan kemudian alam “ditinggalkan” untuk berputar sendiri setelah dilengkapi dengan hukum-hukum Fisika.

    Kesuksesan Fisika Newtonian ternyata hanya berlaku pada dunia makroskopis, dunia kasat mata dan pada benda yang bergerak dengan kecepatan jauh di bawah kecepatan cahaya. Di awal abad ke dua puluh, Fisika klasik terbukti gagal untuk menjelaskan fenomena mikroskopik pada skala atom. Seolah-olah ada revisi edisi ulang ilmu Fisika, muncullah dua cabang ilmu Fisika Modern yaitu Fisika Kuantum yang dibidani oleh Bohr, Heisenberg, Schrödinger dan lain-lain, dan Teori Relativitas yang diungkapkan Einstein.

   Fisika Kuantum mempunyai implikasi yang sangat luas pada perubahan peradaban manusia. Penjelasan tentang atom, molekul dan zat padat telah melahirkan material semikonduktor, laser dan chips mikroskopis yang pada gilirannya menghasilkan akselerasi kemajuan di bidang teknologi dan informasi. Sementara Teori relativitas Einstein dapat ditarik untuk menerangkan kosmologi tentang asal usul semesta, disini diperoleh gambaran bahwa alam semesta berasal dari suatu titik big bang (dentuman besar) dan berkembang serta berekspansi secara terus menerus.

   Implikasi filosofis Fisika Kuantum lebih dahsyat, di antaranya tentang prinsip ketidakpastian Heisenberg dan participating observer (hasil eksperimen selalu tergantung pada pengamat dan suatu realitas tidak akan terjadi sebelum kita benar-benar mengamatinya). Dalam dunia sub-atomik, hukum Fisika tidak lagi merupakan suatu kepastian, tetapi gerak partikel diatur oleh konsep probabilitas. Pandangan terakhir ini yang menyangkut indeterminisme menimbulkan kontroversi yang cukup ramai.

   Dalam teori Kuantum setiap keadaan partikel (posisi, momentum, energi dst.) dihubungkan berdasarkan suatu eksperimen. Ketika formulasi telah dirumuskan maka perilaku partikel dapat diprediksi. Schrödinger menunjukkan bahwa perilaku partikel dapat ditunjukkan oleh sebuah persamaan matematis gelombang. Namun persamaan ini tidak memberi informasi apa-pun tentang keadaan partikel sebelum suatu eksperimen benar-benar dilakukan, dengan perkataan lain persamaan tersebut meramalkan dua hasil kemungkinan secara sepadan. Dalam percobaan celah ganda, tampak bahwa hasil pengamatan tergantung kepada cara eksperimen dilakukan. Partikel tersebut tidak punya sifat “asli”.

   Oleh para Fisikawan konsekuensi indeterminisme ini biasanya dilukiskan secara dramatis dalam sebuah “eksperimen” yang dikenal dengan kucing Schrodinger (Dewitt, 1970). Kucing ini bisa dalam dua keadaan skizofrenik sekaligus yaitu hidup dan mati. Tentu saja semua ini merupakan bahasa metafora dari ketidakmampuan fisikawan untuk menerangkan keadaan “yang sesungguhnya” terjadi. Namun hal tersebut seperti keadaan partikel yang bisa sekaligus gelombang merupakan konsekuensi pengembangan teori Kuantum.

   Albert Einstein sendiri sangat tidak nyaman dengan konsekuensi terakhir ini. Meskipun pada masa mudanya Einstein turut serta dalam membangun teori Kuantum (pada kasus efek fotolistrik) namun Einstein tua justru merupakan seorang penentang konsekuensi filosofis teori Kuantum, sampai-sampai dia berucap “Tuhan tidak bermain dadu”. Dalam debat melawan Bohr dan kawan-kawan, argumentasi Einstein tentang determinisme selalu dapat dipatahkan. Sehingga sampai saat ini teori Kuantum yang meskipun “agak edan” tetapi terbukti merupakan teori yang dapat menerangkan dunia mikroskopis dan mempunyai manfaat dalam kehidupan sehari-hari.

   Lebih jauh tentang konsep participating observer, pola hasil yang akan diperoleh dalam suatu eksperimen sangat ditentukan oleh pengamat atau dengan perkataan pengamat menentukan hasil. Ini bukan penelitian sosial tetapi penelitian tentang materi sub-atomik. Lebih jauh lagi sesuatu benda mikro tidak punya makna apa-apa sebelum benar-benar diamati. Oleh karena itu diperlukan suatu mahluk yang memiliki kesadaran (consciousness) untuk menjadikan sesuatu benda menjadi “real”. Tanpa pengamat, maka semesta ini tidak akan ada.

   Disini mulai jelas titik singgung antara Fisika modern dengan sufisme atau mistisisme Timur lainnya. Kita dapat lihat dari salah satu potongan syair Rumi:

"Aku adalah kehidupan dari yang kucintai

Tempatku tanpa tempat, jejakku tanpa jejak,

Bukan raga atau jiwa; semua adalah kehidupan dari yang kucintai".

Juga kita dapat lihat pendapat Ibnu Arabi dalam Fushush al-Hikam:

"Kosmos berdiri di antara alam dan al Haqq, dan antara wujud dan non eksisteni. Ia bukan murni wujud dan bukan murni non-eksistensi. Maka dari itu kosmos sepenuhnya tipuan, dan kalian membayangkan bahwa ini al Haqq, namun sebetulnya bukan al Haqq. Dan kalian membayangkan bahwa ini makhluk, namun ini bukan makhluk". Bahasa Rumi “Tempatku tanpa tempat, jejakku tanpa jejak” atau ungkapan Ibnu Arabi tersebut sangat memiliki kemiripan dengan Mekanika Kuantum yang juga mengungkapkan tentang “hidup yang juga mati, mati yang juga hidup”. Jelas sekali bahasa metafora yang digunakan disini.

   Selanjutnya dalam kerangka teori relativitas juga dimungkinkan dibuat suatu kerucut ruang-waktu: masa lalu, masa sekarang dan masa mendatang. Dalam hal ini –secara matematik– ada bagian yang berada di luar kerucut ruang waktu ini, sehingga dapat dikatakan di luar dunia fisik ini yang kita tempati ini masih ada kemungkinan “dunia lain”. Hal ini juga didukung oleh teori Kuantum yang menawarkan many worlds interpretation atau interpretasi banyak dunia yang diungkapkan oleh Everett pada tahun 1957. Artinya alam semesta yang kita tempati ini bukan satu-satunya. Hal ini serupa dengan yang dikatakan oleh Rumi tentang hati yang bisa menuju ke “Pintu-pintu ke dunia lain.”

   Rumi menulis dalam puisi yang lain “Sang Sufi bermi'raj ke 'Arsy dalam sekejap, sang zahid membutuhkan waktu sebulan untuk sehari perjalanan.” Meskipun puisi ini sedikit menunjukkan nada yang agak sombong dari Sang Sufi, namun jelas menunjukkan adanya keserupaan dengan konsep relativitas pada Fisika modern.

   Para ahli astrofisika modern telah menghitung bahwa setidaknya ada 15 trilyun galaksi sejak permulaan penciptaan —big bang— dan galaksi-galaksi tersebut dalam kosmos mengikuti suatu siklus seperti yang dijelaskan oleh sufi yaitu kelahiran, pertumbuhan, kematian dan pembangkitan kembali. Bintang-bintang, seperti manusia, tidak pernah sebenarnya mati, namun beberapa bahan dasar seperti besi, karbon, oksigen dan nitrogen secara terus-menerus didaur-ulang dalam ruang sebagai debu kosmis, bintang baru, tanaman dan kehidupan. Semua dalam alam semesta yang berekspansi terdiri dari energi, dan energi secara sederhana berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain untuk selanjutnya naik menuju (cosmic ascent) kepada Allah.

   Pencarian padanan antara sufisme dan Fisika modern dapat terus dilakukan terutama dalam masalah yang berkaitan dengan semesta lain, dunia ghoib, pengkerutan waktu, ketidakpastian, “hidup tetapi mati”, kesadaran dapat memengaruhi materi, “ada tetapi tidak ada”, siklus kehidupan dan asal usul semesta.Beberapa hal dapat dengan mudah dapat dicerna, namun lebih banyak lagi yang merupakan bahasa metafora karena susahnya menuliskan realitas yang sesungguhnya. Mungkinkah kesulitan ini karena keterbatasan bahasa manusia atau keterbatasan kemampuan logis manusia? Atau semua ini merupakan harta tersembunyi sebagaimana yang diungkapkan oleh sebuah hadist qudsi: Allah telah berkata “Aku adalah harta tersembunyi yang perlu disingkap, Aku ciptakan semesta sehingga Aku dapat diketahui”

   Kita biarkan pertanyaan ini menjadi pertanyaan yang tidak terjawab, namun mengikuti “semangat teori Kuantum” yang maju terus memberikan kontribusi penting pada peradaban manusia meskipun telah meninggalkan Einstein dalam kegelisahan interpretasi. Adakah sekarang manfaat praktis yang dapat ditarik dari mengkaitkan sufisme dan Fisika modern?

   Sudah saatnya para fisikawan mempelajari istilah yang sudah biasa di Fisika namun merujuk pada entitas yang berbeda dalam sufisme, yaitu energi. Di Fisika, istilah energi menunjukkan suatu besaran yang sangat real, sementara di sufisme istilah ini lebih abstrak. Para ahli sufi sebenarnya meminjam istilah ini karena ada keserupaan, meskipun pada dasarnya berbeda. Sudah beratus-ratus tahun terbukti secara empiris bahwa para ahli sufi mampu menggunakan suatu jenis energi metafisik yang berasal dari Yang Maha Kuasa untuk berbagai keperluan seperti penyembuhan sakit fisik dan non fisik. Para ahli sufi sendiri sebenarnya tidak mengerti bagaimana proses penyembuhan ini terjadi kecuali dengan sepenuhnya melakukan kepasrahan kepada Allah SWT. Disini fisikawan dapat melakukan penjelasan hal ini karena memang dimungkinkan dalam teori Kuantum bahwa kesadaran dapat memengaruhi materi (mind over matter).

   Hal ini hanya merupakan salah satu contoh manfaat real untuk kemanusiaan. Akan muncul sekali banyak manfaat bila dilakukan eksplorasi secara seksama hubungan antara sufisme dan Fisika modern.

(Muhammad Hikam)

Referensi:

1. Muhyiddin Ibn al-Arabi, Fusus Al-Hikam, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh ‘Aisha ‘Abd al-Rahman at-Tarjumana, Diwan Press, 1980

2. Henry. P. Stapp, Mindful Universe:Quantum Mechanics and The Participating Observer, Springer-Verlag, Berlin, 2007

3. AK Scott, Sufisme and New Physics, Sufisme, 8 No. 1, 29-33, 1997

4. Ibrahim B. Syed, Sufism and Quantum Physics, Etudes orientales Nos 23/24, 2005

Makna Tekanan dalam Fisika kehidupan (2)

Tekanan dalam Fisika kehidupan

contoh-contoh praktis pemanfaatan persamaan di atas dalam kehidupan sehari-hari:
1. Teko yang bisa “bersiul” jika air di dalamnya mendidih. 
Teko ini menggunakan prinsip tekanan. Air     yang mendidih mengubah wujud cairnya menjadi wujud gas, karena gas bertambah, maka tekanan akan bertambah besar, dan tekanan ini berubah menjadi tenaga yang mendorong gas untuk melewati lorong sempit dan energinya sebagian diubah menjadi energy bunyi yang terdengat sebagai “siulan”, sehingga menjadi indicator bahwa air di dalam teko sudah mendidih.
2.   Mesin uap.
 Mesin ini secara sederhana menghasilkan uap yang dimampatkan. Semakin bermanfaat ,maka tekanan gas semakin besar, ketika gas ini dibebaskan keluar dalam suatu lubang yang sempit, maka gas ini akan menggerakkan mesin. Sehingga, semakin besar tekanan gas yang bisa dihasilkan, semakin besar pula tenaga yang dihasilkan.
3.  Balon jika ditiup.
 kemudian tutup balon dilepaskan, maka udara dalam balon akan keluar dan  mendorong balon untuk bergerak kesana dan kemari. Dalam skala yang besar, prinsip ini digerakkan untuk menaikkan roket ke luar angkasa dengan kecepatan fantastis, minimal roket harus bergerak 11 km setiap detiknya supaya roket tidak jatuh kembali ke bumi, tetapi bisa lepas ke luar angkasa. Bayangkan betapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan roket yang beratnya ribuan ton itu.
   Disini dapat kira ambil suatu prinsip, yaitu semakin besar tekanan, maka tenagapun akan semakin besar. Jika kita menariknya ke dalam alam rohani, kita akan menyadari satu prinsip dalam pertumbuhan orang percaya.
   Orang percaya tidak ada yang tidak bisa lepas dari “tekanan” yaitu beban, pergumulan, masalah, dan lain-lain. Tekanan ini sangat berguna bagi kehidupan rohani orang percaya, karena dibalik tekanan ini akan dihasilkan satu kekuatan rohani. Boleh dikatakan bahwa semakin besar tekanan yang pernah dialami oleh orang percaya, maka kita bisa melihat semakin besar juga kekuatan rohaninya, artinya orang tersebut semakin mengenal jalan-jalan Tuhan, semakin dekat dengan Tuhan dan semakin dewasa dalam rohani.
   Tekanan demi tekanan, Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan orang percaya adalah untuk kebaikan orang percaya tersebut, yaitu untuk menghasilkan manusia yang rohani dan dewasa. Tekanan yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidup kira ternyata sudah dibatasi olehNya sehingga kita pasti dapat menanggungnya.
   Tetapi terkadang, jika kira melihat pengalaman kira, seringkali tekanan yang menimpa hidup kira ini dihadapi dengan keluhan, sering dihadapi dengan pemberontakan dan sering dihadapi dengan melarikan diri dari tekanan, padahal menurut prinsip rohani (yang dinyatakan dalam prinsip fisika tentang tekanan) tekanan itu berguna untuk membangkitkan kekuatan rohani kita atau untuk membuat kita semakin dewasa di dalam Tuhan. Disini kita harus mengakui kelemahan kita padaNya dan mullah belajar memandang “tekanan” hidup dalam cara pandang Allah. tingkat yang lebih tinggi lagi."

Makna Tekanan dalam Fisika kehidupan (1)

  Makna Tekanan dalam Fisika kehidupan

  Fisika, adalah sebuah ilmu yang mempelajari fenomena fisis yang direpresentasikan dalam bentuk matematis. Kata fisika sebenarnya sudah tidak asing bagi telinga seorang pelajar, tapi apa yang ada di pikiran pelajar belum tentu sama dengan arti fisika sebenarnya. Misal jika kita katakan apakah bunyi hukum Newton II itu? Mungkin mereka sangat hafal “Percepatan yang dialami oleh suatu benda berbanding lurus dengan gayanya dan berbanding terbalik dengan massa bendanya”. Atau biasa kita nyatakan dalam F = m a. Terus apa? Terus kenapa  Inilah sebenarnya kendala kita, kita hanya terjebak dalam konteks matematisnya saja, kita terbiasa   dengan mengerjakan soal-soal dengan rumus-rumus yang banyak. 
Contohnya, kita tahu konsep tentang tekanan. Yang biasa dinyatakan P =  F / A, dengan P adalah tekanan, F adalah gaya, dan A adalah luasan tempat gaya tersebut bekerja. Para pelajar hanya menggunakan rumus tersebut apa adanya tanpa adanya rasa mengerti apa makna rumus tersebut. Coba kita berfikir di luar kebiasaan, anak-anak muda mengatakan “Thinking Out of The Box”.. Misal, P adalah tekanan yang kita rasakan di hati kita, F adalah gaya dari luar yang akan menekan hati dan perasaan kita, dan A adalah seberapa lapang hati kita. Jika hati kita sangat sempit (A sangat kecil), meski gaya dari luar tidak terlalu besar (F tidak terlalu besar), maka akan mengahasilkan tekanan ke hati yang besar (P besar), kita akan mudah sterss, kita akan mudah tertekan, dan kita akan mudah menyerah. Sedangkan jika hati kita sangat lapang, sangat lapang, berapa pun besar gayanya, maka akan menghasilkan tekanan di hati yang tidak terlalu besar, artinya betapa berat masalah yang kita hadapi, betapa rumit permasalahan kita, kita akan bisa menyelesaikan masalah tersebut dengan hati lapang dan pikiran tenang. Benar-benar Fisika adalah IImu dari Tuhan.  
   Jika kita sedikit serius dan berusaha memahami ilmu yang kita pelajari, dalam hal ini ilmu Fisika, kita akan mulai menemukan fenomena-fenomena yang akan menunjukkan Keesaan Tuhan, bagaimana Tuhan bisa menghancurkan Alam Semesta begitu mudahnya, bagaimana Jin dan Setan menembus badan kita. Saya sengaja tidak menerangkannya sekarang, untuk menambah penasaran pembaca  . Sekali lagi, Fisika bukanlah ilmu yang hanya berkelit di matematika. Fisika adalah ilmu yang diturunkan oleh Tuhan untuk memahami  fenomena alam di sekitar manusia, sebagai tanda KeesaanNya, Allah SWT.
Rumus tekanan  di atas mungkin sangatlah familiar bagi para ahli fisika ataupun orang-orang yang menyukai fisika. Namun tahukah anda untuk membaca rumus di atas dapat dibaca dengan berbagai cara. Adapun cara-cara membaca rumus di atas adalah:
1.      Orang matematika akan membaca rumus tersebut sebagai berikut:
“Tekanan (P) sama dengan Gaya (F) dibagi luas permukaan (A)”

2.       Orang fisika akan membaca rumus tersebut dengan cara lain yaitu:
“Tekanan yang diterima suatu benda merupakan besar gaya yang diterima benda tersebut pada luasan tertentu, semakin besar gaya semakin besar pula tekanan, tapi semakin besar luas permukaan semakin kecil tekanan yang diterima benda tersebut
   Perbedaan cara baca tersebut tidak menjadi masalah, karena setiap ilmu mempunyai sudut pandang tertentu terhadap sebuah fenomena. Hal menarik yang ingin disampaikan adalah ketika seorang guru membaca rumus tersebut dengan cara seperti ini:
“Kita tidak akan pernah merasakan tekanan dalam kehidupan, sebesar apapun masalah yang menghantam dirri kita bisa melapangkan dada kita”
Begitulah ilmu pengetahuan, selalu ada keteraturan di dalamnya. Keteraturan yang diciptakan Sang Pengatur.
   Pernahkan anda diinjak dengan sepatu hak tinggi? Bagaimana rasanya bila dibandingkan ketika anda diinjak dengan sepatu yang lebar? Mungkin dua-duanya sakit tapi pastinya ketika diinjak dengan sepatu hak tinggi anda akan merasakan lebih sakit. Begitu pun dala menghadapi permasalahan kehidupan. Pernahkan anda meilhat orang yang kehilangan benda? Apakah ekspresi setiap orang akan sama ketika kehilangan suatu benda? Tentunya tidak, ada orang yang ketika dia kehilangan benda, dia akan pusing minta ampun, gelisah, sampai frustasi. Ada juga orang yang ketika barangnya hilang, dia hanya bersikap tenang dan tidak terlalu memikirkannya. Kedua orang tersebut menampilkan perilaku yang berbeda disebabkan karena hati mereka berbeda. Orang pertama mengatur hatinya menjadi sempit dan sulit, sehingga masalah kecil pun akan menjadi rumit, sedangkan orang kedua mengatur hatinya menjadi luas dan lapang, sehingga bisa menghadapi masalah sebesar apapun dengan tenang.
   Begitulah fisika selalu mengajarkan tentang kehidupan.Tekanan tidak hanya diajarkan mengatur gaya dan luas permukaan sehingga dapat menghasilkan tekanan maksimum, tetapi dalam kehidupan tekanan diajarkan bagaimana kita dapat mengatur hati kira untuk menghadapi berbagai masalah besar ataupun kecil sehingga kita bisa menerima tekanan yang minimum.
   Sangat menarik jika kita memperhatikan hokum-hukum fisika (hokum-hukum tentang alam) karena ternyata aa kesamaan prinsip antara hokum-hukum fisika dan prinsip-prinsip dalam kehidupan rohani orang percaya. Bagi saya, ini menyatakan bahwa pencipa alam rohani dan pencipta alam fisika adalah sama.
   Salah satu contoh mengenai hal ini adalah Hukum tentang tekanan dan gas yang terdapa dalam hukum termodinamika yang pertama. Hukum tersebut memberikan persamaan energy gas pada kondisi isobarik, yaitu:
                                          W = P.(V2-V1)
Mungkin yang tidak berkecimpung dalam persoalan termodinamika kurang memahami makna persamaan di atas. Karena itu saya akan mencoba menyederhanakannya dalam kata-kata yang lebih sederhana, yaitu:
“semakin besar tekanan, maka usahapun akan meningkat atau dengan kata lain ada suatu tenaga yang besar jika tekanan semakin besar”

Saturday 9 April 2016

CIRI-CIRI TAUBAT YANG DITERIMA ALLAH

ORANG YANG BERTAUBAT DAN CIRI-CIRI TAUBAT YANG DITERIMA ALLAH

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim .. Apakah Allah menyediakan pilihan bagi orang yang terlanjur menerima azab akibat kesalahannya tetapi dia ingin keluar dari azab tsb? Taubatan Nashuha .. inilah jawabannya. Meninggalkan kesalahan yang lalu dan tidak mengulanginya.
“Barangsiapa yang mendapat peringatan dari Tuhannya,dan dia menghentikan perbuatan buruknya,maka yang lalu biarlah berlalu,dan urusannya menjadi urusan Allah.Tapi barangsiapa yang kembali melakukan perbuatan buruknya,maka mereka itulah penghuni neraka,kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah 275)
Birahmatika ya Arhamar Rohimin, Biqudrotika ya Ghofururohim … Dengan rahmatMu wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang, dengan ketentuanMu wahai zat yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Begitu sayangnya Allah pada hambaNya yang mau bertaubat, sehingga Allah mau mengangkat urusan kita yang berbuat dosa menjadi urusan Allah. Bahkan Allah menjanjikan akan mengganti segala keburukan kita dengan kebaikan .. dan janji Allah tidak pernah meleset sedikitpun. Allah menggantikan syirik dengan keimanan, zina dengan pengampunan, kemaksiatan dengan ketaatan.
Inilah keadaan orang yang benar-benar kembali ke jalan Allah dan Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala kebajikan untuk perbuatan bagusnya.Janganlah sekali-kali merendahkan orang yang bertaubat, dan menganggap dia tidak bersih, karena Allah sendiri telah menjamin dalam firmanNya.
Apa ciri-ciri bahwa taubat seorang diterima oleh Allah?
1. dirinya jauh dan terhindar dari maksiat
2. ia merasakan hatinya selalu bergembira dan rasanya Allah begitu dekat dengannya
3. dekat dengan orang-orang yang sholeh dan jauh dari ahli maksiat
4. ia merasa puas mendapatkan segi dunia meski sedikit,sebaliknya ia merasa kurang walaupun 
    dia telah melakukan banyak amalan akhirat.
5. ia menyibukkan hatinya dengan sesuatu yang diwajibkan Allah
6. ia menjaga lisannya,selalu tafakur,dan selalu menyesali dosa-dosa yang pernah dikerjakan.
MASYA ALLAH...
Semoga yang mengucapkan Aamiin & yang Membagikan mendapat pasangan yang setia, sholeh/sholehah dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah, serta kelak dimasukkan ke dalam surga yang terindah. Aamiin
(“Jika kita telah mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini, jangan lupa membagikannya kepada orang lain agar orang lain merasakan juga keajaiban dalam hidup mereka”)
Wassalam,
Muhamad Agus Syafii

Penyebab Perbuatan Dosa

Diantara Penyebab Perbuatan Dosa

1- Mengkonsumsi yang haram

Apa yang masuk kedalam perut kita maka akan diproses menjadi energi bagi tubuh kita, apabila yang masuk kedalam perut kita bersumber dari yang halal maka energi yang dihasilkan untuk tubuh kita akan menjadi hal yang positif, sebaliknya apabila yang masuk kedalam perut kita bersumber dari yang haram maka energi yang dihasilkan untuk tubuh kita akan menjadi hal yang negatif

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أكل الحلال اطاعت جوارحه شاء ام أبى و من أكل الحرام عصت جوارحه شاء ام أبى

Nabi Muhammad saw bersabda : siapa orang yang memakan makanan yang halal maka mau tidak mau anggota tubuhnya akan taat kepada Allah swt, dan apabila memakan makanan yang haram maka mau tidak mau anggota tubuhnya akan bermaksiat kepada Allah swt.



2- Lupa dengan kematian

Sofyan as-sauri berkata : tidak akan menyiapkan bekal untuk kematiannya orang yang menyangka besok pagi dia masih hidup. 
Macam-macam bentuk ketaatan itu munculnya dari mengingat mati, dan macam-macam kemaksiatan itu munculnya dari pada lupa dengan kematian.

ومان سفيان الثوري يقول : ما استعدّ للموت من ظن انه يعيش غدا. وكان يقول : الطاعات تتفرع من ذكر الموت، والمعاصي تتفرع من نسيانه.

( tanbihul-mughtarriin. 65 )

Istiqamah

7 tips agar bisa istiqamah hingga akhir hayat

1. Selalu memohon pertolongan kepada Allah 
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sangat sering memanjatkan do’a: يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ “Ya Rabb Yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.” [HR. At-Tirmidzi (no. 3522). Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (III/171)] Ketika ditanyakan kepada beliau tentang hal itu, beliau pun menjawab, “Sesungguhnya tidaklah bani Adam itu melainkan hatinya berada di antara dua jari dari jari jemari Allah. Maka siapa yang Dia kehendaki akan ditetapkan (hatinya) dan siapa saja yang Dia kehendaki akan dipalingkan (hatinya).” [Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 2091)] Hanya milik Allah-lah segala taufik dan kekuatan, maka selayaknyalah bagi kita untuk hanya meminta kepada-Nya termasuk memohon istiqamah dalam Agama Islam ini.

2. Berusaha untuk kontinyu dalam beramal 
Dianjurkan memilih amalan shalih menurut kemampuan yang tidak memberatkan dirinya supaya ia dapat kontinyu dalam beramal. Jadi berusaha dengan sangat untuk melakukan amalan ini dalam keadaan apa-pun, tanpa kecuali. Karena sekali kita membuat pengecualian, membuat alasan atau mangkir dari melakukan amalan ini, maka akan makin berat dan malas untuk melakukannya di lain waktu.

3. Meneladani Para Salaf dalam Beramal 
Meneladani para Salaf akan mendorong jiwa untuk mengikuti jejak mereka. Generasi Salaf dahulu berbeda-beda dalam beramal, ada yang banyak dan ada yang sedikit. Namun, mereka senantiasa kontinyu dalam beramal. Mereka adalah kaum yang sangat jauh dari sikap berlebih-lebihan dan memaksakan diri. Mereka istiqamah meskipun amalannya sedikit. Dan teladan mereka adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang shalat malam hingga kulit kaki beliau pecah-pecah.

4. Mengambil hikmah dari firman Allah Ta’ala 
“Dan (dia mengatakan), ‘wahai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb-mu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras bagimu sekalian, dan Dia akan menambahkan kekuatan pada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan perbuatan dosa’.” [QS. Huud: 52] Perbuatan dosa yang kita lakukan akan menyebabkan noda di hati kita, dan akan melemahkan kita untuk melakukan ibadah. Oleh karena itu dianjurkan untuk banyak bertaubat dan beristighfar, agar kita diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk senantiasa bisa istiqamah dalam ibadah.

5. Mempunyai target 
Dalam beribadah dan beramal shalih yang realistis dan sesuai kemampuan diri akan membantu menumbuhkan motivasi dan arah yang jelas untuk terus beramal dan istiqamah. 

6. Selalu Intropeksi Diri Intropeksi diri (muhasabah) 
Sangat diperlukan bagi jiwa agar tidak merasa jenuh dan bosan dalam beramal shalih. Intropeksi diri akan membuat jiwa bercermin dan sadar atas tujuan penciptaan manusia di dunia ini, yaitu untuk beribadah kepada Sang Khaliq.

7. Mengingat Mati Ingat mati (dzikrul maut)
Dengan mengingat mati terbukti mampu memompa semangat jiwa untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan istiqomah di jalan-Nya

Bersabarlah! ketika sakit

Sakit Adalah Ujian Dari ALLAH, Bersabarlah!

Sakit yang sering dianggap oleh banyak orang sebagai penderitaan, coba sekarang kita lihat dari sudut pandang yang berbeda:
1. Sakit (penyakit) 
merupakan salah satu cara Allah untuk menaikkan derajat keislaman dan keimanan sekaligus untuk menghapus dosa hamba-Nya yang Muslim. Ini kita pahami dari riwayat hadits berikut. Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada satu musibah pun yang menimpa seorang Muslim, baik berupa terkena duri atau yang lebih besar dari itu, kecuali melalui musibah itu Allah mengangkatnya satu derajat atau menghapusnya satu dosa.’” Dari sisi ini, kita justru harus beryukur, di samping bersabar, apabila diuji dengan penyakit, karena dengan begitu derajat kita akan meningkat atau dosa kita akan berkurang.
2. Terkadang kita mengeluh: 
“Kenapa harus saya yang diberi penyakit ini, padahal saya sudah rajin beribadah? Sementara ada orang yang suka berbuat maksiat kok malah sehat wal afiat dan segar bugar?” Ibadah bukan untuk menolak penyakit. Sebab para nabi yang ibadahnya begitu sempurna pun terkena sakit juga. Jadi, kalau kita merasa suka mengeluh, cobalah sekarang kita kurangi keluhan itu. Kita mengeluh terus menerus pun penyakit belum tentu sembuh, bahkan boleh jadi bertambah parah karena perasaan tertekan kita itu.
3. Sabar
Kalau kita sudah biasa menerima karunia dan rezeki Allah dengan penuh syukur, cobalah sekarang kita menerima ujian/cobaan Allah dengan penuh sabar. Sebab, Muslim yang baik, seperti kita pahami dari sebuah hadits Nabi saw., adalah Muslim yang bersyukur ketika mendapat kenikmatan dan bersabar ketika mendapat kesulitan atau musibah. Walaupun faktor-faktor yang menyebabkan kita sakit itu boleh jadi adalah hasil perbuatan kita sendiri (sering kali karena pola makan kita), tetapi tetap saja penyakit merupakan ketentuan Allah. Karena tidak ada sesuatu pun yang terjadi di muka bumi ini yang berada di luar ketentuan Allah. Oleh karena itu, menerimanya justru merupakan sikap yang jauh lebih baik daripada mengeluhkannya. Tentu menerima di sini bukan berarti pasrah tanpa upaya berobat. Upaya untuk berobat tetap harus dilakukan.
4. Berdzikir
Selain kita yang manusia biasa ini, para nabi pun –yang jelas-jelas manusia pilihan Allah– juga mengalami sakit. Nabi Ayub a.s. bahkan pernah mengalami sakit selama 18 tahun. Bukan hanya itu, dalam banyak literatur tafsir disebutkan bahwa Nabi Ayub sebelumnya adalah orang kaya raya dan banyak anak. Tetapi semua harta dan anak itu diambil oleh Allah. Artinya, Nabi Ayub bukan hanya “kehilangan” kesehatannya, tetapi juga harta dan keluarganya. Tetapi itu semua tidak mengurangi kesabarannya dan ketabahannya untuk terus berzikir dan memohon rahmat Allah. Sekujur tubuhnya sakit, tinggal dua organ tubuhnya yang masih sehat, hati dan lidahnya. Kedua organ tubuh yang tersisa dan masih sehat itu justru ia gunakan untuk berzikir kepada Allah.
5. Tabah
Masih dalam kisah Nabi Ayub r.a., istri sang nabi yang sangat setia merawat penyakitnya pernah menyampaikan kepadanya, “Wahai Ayub! Kalau engkau memohon kepada Tuhanmu, pasti engkau akan disembuhkan.” Nabi Ayub lalu menjawab, “Aku sudah hidup selama 70 tahun dalam keadaan sehat. Maka kalau aku sabar selama 70 tahun itu masih sangat sedikit bagi Allah?” Mendengar jawaban itu, sang istri sangat terkejut.
Untuk diketahui, sang istri bekerja kepada orang dengan mendapatkan upah yang dimanfaatkan untuk memberi makan sang suami. Ini jelas merupakan bimbingan agar keluarga orang yang sedang menderita sakit seharusya juga menunjukkan kesetiaan pengabdiannya dalam merawat dan mengobati si sakit. Ini pun dapat menjadi faktor penting dalam memberikan sikap optimis kepada si sakit sehingga memudahkan penyembuhan.
(“Jika kita telah mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidup ini, jangan lupa membagikannya kepada orang lain agar orang lain merasakan juga keajaiban dalam hidup mereka”)

Hukum Membaca Al-Quran

Hukum Membaca Al Quran tapi Kurang Fasih

PERTANYAAN :

> Ojoo Tuakookk Jenengku

Assalaamu’alaikum. Selamat malam semua..saya mau tanya nih ustadz.. Bagaimana hukumnya membaca Al-Qur’an tapi bacaannya tak begitu fasih…apakah kita berdosa..???

JAWABAN :

> Ghufron Bkl

Wa’alaikumussalaam. Hukumnya berdosa bila sampai merubah makna, dan bila tidak maka tidak.

Referensi dari kitab Nihayatul Qoul Al-Mufid halaman 24 :


إعلم أن الواجب في علم التجويد ينقسم إلى واجب شرعي وهو ما يثاب على فعله و يعاقب على تركه أو صناعي وهو ما يحسن فعله و يقبح تركه و يعزر على تركه التعزير اللائق عند أهل تلك الصناعة فالشرعي ما يحفظ الحروف من تغيير المبني و إفساد المعنى فيأثم تاركه والصناعي فيما ذكره العلماء في كتب التجويد كالإدغام والإخفاء والإقلاب والترقيق والتفخيم فلا يأثم تاركه على اختيار المتأخرين . نهاية القول المفيد : ص : ٢٤

“Ketahuilah bahwa sesungguhnya perkara yang wajib dalam ilmu tajwid terbagi menjadi dua bagian :

1. Wajib Syar’ie : yakni berpahala jika dikerjakan dan berdosa bila ditinggalkan

2. Wajib Shona’ie : yakni bagus dikerjakan dan jelek jika ditinggalkan, dan bagi yang meninggalkan akan dita’zir dengan ta’zir yang sesuai bagi ahlinya

Adapun wajib syar’ie meliputi perkara yang berhubungan dengan makhorijul huruf yang bisa merubah makna atau bahkan merusak makna, maka hukumnya berdosa bagi orang yang meninggalkannya. Sedangkan yang wajib shona’ie keterangannya seperti penjelasan ulama yang terdapat dalam kitab kitab tajwid, seperti idghom, ikhfa’, iqlab, tarqiq, tafkhim, dan sebagainya, hukumnya tidak berdosa bagi orang yang meninggalkannya”. Wallahu A’lam.

Baca juga artikel terkait :

3591. PAHALA MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TERBATA-BATA

Link Diskusi :

www.fb.com/groups/piss.ktb/880746275281515/

Jurus mencari rizqi

10 Jurus Membuat Rezeki Selalu Menghampiri Kita

Dalam Islam semua orang islam di berikan rezeki dan nikmat allah, tapi banyak orang menganggap nikmat yang telah diberikan masih belum cukup untuk mereka. Ada banyak cara menjemput rezeki yang ada di sekitar kita. Inilah 10 Jurus membuat rezeki selalu menghampiri kita.

1. Taqwa

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya,” (QS ath-Thalaq: 2-3).

2. Tawakal

Nabi s.a.w. bersabda: “Seandainya kamu bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, nescaya kamu diberi rezeki seperti burung diberi rezeki, ia pagi hari lapar dan petang hari telah kenyang.” 
(Riwayat Ahmad, at-Tirmizi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, al-Hakim dari Umar bin al-Khattab r.a.)

3. Shalat 

Firman Allah dalam hadis qudsi: “Wahai anak Adam, jangan sekali-kali engkau malas mengerjakan empat rakaat pada waktu permulaan siang (solat Dhuha), nanti pasti akan Aku cukupkan keperluanmu pada petang harinya." (Riwayat al-Hakim dan Thabrani)

4. Istighfar

"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai" (QS Nuh: 10-12).
“Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan, dan Allah akan memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka,” (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).

5. Silaturahmi

Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaknyalah ia menyambung (tali) silaturahim.”

6. Sedekah

Sabda Nabi s.a.w.: “Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan kerana orang-orang lemah di kalangan kamu.” (Riwayat Bukhari)

7. Berbuat Kebaikan 

"Barangsiapa yang datang dengan (membawa) kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa yang datang dengan (membawa) kejahatan, maka tidaklah diberi pembalasan kepada orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan itu, melainkan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS Alqashash:84)
Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah tdk akan zalim pd hambanya yg berbuat kebaikan.Dia akan dibalas dengan diberi rezeki di dunia dan akan dibalas dengan pahala di akhirat.(HR. Ahmad)

8. Berdagang

Dan Nabi SAW bersabda: “Berniagalah, karena sembilan dari sepuluh pintu rezeki itu ada dalam perniagaan” (Riwayat Ahmad)

9. Bangun Pagi

Fatimah (putri Rasulullah) berkata bahwa saat Rasulullah ( S.A.W.) melihatnya masih terlentang di tempat tidurnya di pagi hari, beliau (S.A.W.) mengatakan kepadanya, "Putriku, bangunlah dan saksikanlah kemurahan-hati Tuhanmu, dan janganlah menjadi seperti kebanyakan orang. Allah membagikan rezeki setiap harinya pada waktu antara mulainya subuh sampai terbitnya matahari.  
( H.R. Al-Baihaqi)
Aisyah juga meceritakan sebuah hadits yang hampir sama maknanya, yang mana Rasulullah (S.A.W.) bersabda, "Bangunlah pagi-pagi untuk mencari rezekimu dan melakukan tugasmu, karena hal itu membawa berkah dan kesuksesan. (H.R. At-Tabarani)

10. Bersyukur

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim:7)
(“Jika kita telah mengalami keajaiban-kejaiban dalam hidup ini, jangan lupa membagikannya kepada orang lain agar orang lain merasakan juga keajaiban yang sama.”)

Puasa sunnah bulan Rojab

Dalil Puasa sunnah bulan Rojab

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العلمين. وبه نستعين على أمور الدنيا والدين. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم أجمعين.قال الله تعالى : إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين. الأيةوقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى محمد وشر الأمور محدثاتها وكل بدعة ضلالة

PENDAHULUAN

Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rajab. Pertama; Tidak ada riwayat yang benar dari Rasulullah SAW yang melarang puasa Rajab. Kedua; Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu. Didalam masyarakat kita terdapat 2 kutub ekstrim.

Pertama adalah sekelompok kecil kaum muslimin yang menyuarakan dengan lantang bahwa puasa bulan Rajab adalah bid’ah. Kedua; Sekelompok orang yang biasa melakukan atau menyeru puasa Rajab akan tetapi tidak menyadari telah membawa riwayat-riwayat tidak benar dan palsu. Maka dalam risalah kecil ini kami ingin mencoba menghadirkan riwayat yang benar sekaligus pemahaman para ulama 4 madzhab tentang puasa di bulan Rajab.

Sebenarnya masalah puasa rojab sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Akan tetapi karena adanya kelompok kecil hamba-hamba Alloh yang biasa MENUDUH BID’AH ORANG LAIN menyuarakan dengan lantang bahwa amalan puasa di bulan Rajab adalah sesuatu yang bid’ah. Dengan Risalah kecil ini mari kita lihat hujjah para ulama tentang puasa bulan Rajab dan mari kita juga lihat perbedaan para ulama di dalam menyikapi hukum puasa di bulan Rajab, yang jelas bulan Rajab adalah termasuk bulan Haram yang ada 4 (Dzulqo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rajab) dan bulan haram ini dimuliakan oleh Alloh SWT sehingga tidak diperkenankan untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan haram tersebut khususnya bulan Rajab. Dan di sini kami hanya akan membahas masalah puasa Rajab untuk masalah yang lainya seperti hukum merayakan isro’ mi’roj dan sholat malam di bulan Rajab akan kami hadirkan pada risalah yang berbeda.

Tidak kami pungkiri adanya hadits-hadits dho’if atau palsu (Maudhu’) yang sering dikemukakan oleh sebagian pendukung puasa Rajab. Maka dari itu wajib untuk kami menjelaskan agar jangan sampai ada yang membawa hadits-hadits palsu biarpun untuk kebaikan seperti memacu orang untuk beribadah hukumnya adalah HARAM dan DOSA besar sebagaimana ancaman Rosulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya : “Barang siapa sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya mempersiapkan diri untuk menempati neraka”.

Dan perlu diketauhi bahwa dengan banyaknya hadits-hadits palsu tentang keutamaan puasa Rajab itu bukan berarti tidak ada hadist yang benar yang membicarakan tentang keutamaannya bulan Rajab.

Dalil-dalil tentang puasa Rojab
Dalil-dalil tentang puasa Secara umum
Himbauan secara umum untuk memperbanyak puasa kecuali di hari-hari yang diharamkan yang 5 dan bulan Rajab adalah bukan termasuk hari-hari yang diharamkan. Dan juga anjuran-anjuran memperbanyak di hari-hari seperti puasa hari senin, puasa hari kamis, puasa hari-hari putih, puasa Daud dan lain-lain yang itu semua bisa dilakukan , dan puasa tersebut tetap dianjurkan walaupun di bulan Rajab. Berikut ini adalah riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa. Hadits Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No.5472:

كُلُّ عَمَلِ ابْن أَدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامُ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ

“Semua amal anak adam (pahalanya) untuknya kecuali puasa maka aku langsung yang membalasnya”

Imam Muslim No.1942:

لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bau mulutnya orang yang berpuasa itu lebih wangi dari misik menurut Allah kelak di hari qiamat”

Yang dimaksud Alloh akan membalasnya sendiri adalah pahala puasa tidak terbatas hitungan tidak seperti pahala ibadah sholat jama’ah dengan keutamaan sholat jama’ah 27 derajat atau ibadah selain yang 1 kebaikkan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikkan.

Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori No.1063 dan Imam Muslim No.1969:

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَ يُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya paling utamanya puasa adalah puasa saudaraku Nabi Daud, beliau sehari puasa dan sehari buka”

Dalil-dalil puasa Rajab secara khusus
Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim
أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ: ” سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ”

“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di bulan Rajab dan ketika itu kami memang di bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab: “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rajab.”

Dari riwayat tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa di bulan Rajab dengan utuh, dan Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh. Artinya di saat Nabi SAW meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa puasa di bulan Rajab bukanlah sesuatu yang wajib . Begitulah yang dipahami para ulama tentang amalan Nabi SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi meninggalkannya itu menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum mengamalkannya adalah sunnah.

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah
عَنْ مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود 2/322

“Dari Mujibah Al-Bahiliah dari ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dating lagi kepada rasulullah setelah setahun dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa Rasululallah apakah engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa engkau? Dia pun berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang lalu. Rasulullah SAW bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja (segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali pada malam hari

(yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda : mengapa engkau menyiksa dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan, lalu ia berkata : tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih kuat. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun berkata : tambah lagi ya Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3 hari (setiap bulan), ia pun berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah SAW bersabda : jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah, beliau mengatakan hal itu tiga kali sambil menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.

Imam nawawi menjelaskan hadits tersebut.

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ” إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439

“Sabda Rasulullah SAW :

صم من الحرم واترك

“Berpuasalah di bulan haram kemudian tinggalkanlah”

Sesungguhnya nabi saw memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena dipandang puasa terus- menerus akan memberatkannya dan menjadikan fisiknya berubah. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa, maka berpuasa dibulan Rajab seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439

Hadits riwayat Usamah Bin Zaid
قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي 4/201

“Aku berkata kepada Rasulullah : Yaa Rasulallah aku tidak pernah melihatmu berpuasa sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab : bulan sya’ban itu adalah bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan Ramadhan, dan bulan sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I Juz 4 Hal. 201

Imam Syaukani menjelaskan

ظاهر قوله في حديث أسامة : ” إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب ; لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما يعظمون رمضان ورجبا به . نيل الأوطار 4/291

Secara tersurat yang dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan” ini menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa difahami dengan jelas dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan sya’ban dengan berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab dengan berpuasa”. Naylul Author juz 4 hal 291

Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab adalah sunnah hanya menurut madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut madhab Imam Hanbali itu pun jika dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi satu hari saja maka kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan sehari saja sebelum atau sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid’ah sebagaimana yang marak akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan menyebar selebaran, siaran radio atau internet .

Wallohu a’lam bishshowab

Harap disebarkan, sebab Rasulullah SAW bersabda yang artinya :

“Barang siapa yang menunjukkan suatu kebaikan maka ia akan mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya”. HR. Imam Muslim

Oleh : OLEH : BUYA YAHYA
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon
Powered by Blogger.

Followers