Adab Terhadap Masjid (1)
Adab Terhadap Masjid
Tentu yang dimaksud masjid dalam hal ini adalah bentuk bangunan, yaitu suatu
tempat yang sudah berbentuk bangunan dan jelas tanahnya diperuntukkan bagi
keperluan kaum muslimin beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.
Ada Masjid Al Mubarok, yaitu masjid yang memang mulai dari
tempat dan wilayahnya sudah diberkahi oleh Allooh سبحانه وتعالى, misalnya Masjidil
Harom, Masjid An Nabawy di Madinahdan Masjidil
Aqsha.
Tiga masjid tersebut, bila seseorang beribadah disana akan diberkahi, dalam
pengertian akan dilipatgandakan pahalanya.
فضل الصلاة في المسجد الحرام على
غيره مائة ألف صلاة و في مسجدي ألف صلاة و في مسجد بيت المقدس خمسمائة صلاة
Keutamaan Sholat di Masjidil Harom pahalanya 100
ribu kali dibandingkan pahala sholat di masjid biasa. Sholat
di Masjid An Nabawy di Madinah pahalanya 1000 kali
dibandingkan pahala sholat di masjid biasa. Dan Sholat di Masjid Al
Aqsha pahalanya 500 kali dibandingkan pahala sholat
di masjid biasa (Hadits Riwayat Imaam Al Baihaqy, dalam Syu’abil Iiman
no: 4140 dari Abu Dardaa رضي الله (عنه
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata, “Masjid Nabawy
memiliki keistimewaan, sholat didalamnya memiliki keistimewaan, oleh karena itu
dianjurkan. Sebab Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم telah bersabda:
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا
خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
Artinya:
“Sholat di masjidku ini lebih baik daripada seribu sholat di tempat
lain, kecuali di Masjidil Harom.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory
no: 1190 dan Imaam Muslim no: 3440 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Sedangkan masjid di tempat kita ini, pada awalnya tempatnya tidaklah
mendapat sesuatu yang barokah, tetapi lalu dengan dibangunnya masjid untuk
beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى, maka tempat masjid ini pun lantas menjadi
tempat yang mubarokah, karena dijadikan tempat untuk sholat berjama’ah yang
dilipatgandakan pahalanya oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Menurut QS. An Nuur (24) ayat 36 dan 37 :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن
تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ
وَالْآصَالِ ﴿٣٦﴾ رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ
اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْماً
تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ ﴿٣٧
Artinya:
(36) “Bertasbih kepada Allooh di masjid-masjid yang
telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada
waktu pagi dan waktu petang,
(37) laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula)
oleh jual beli dari mengingati Allooh, dan (dari) mendirikan sholat, dan
(dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu)
hati dan penglihatan menjadi goncang.”
Dari ayat tersebut, dapat kita ketahui bahwa peran masjid itu ditinggikan
untuk mengingat Allooh سبحانه وتعالى, menyebut asma Allooh سبحانه وتعالى, dan
di dalam masjid itu tidak boleh urusan duniawi menyibukkan seseorang dari
perkara-perkara dunianya. Dengan pengertian, bila seseorang telah masuk masjid,
maka tinggalkanlah perkara-perkara duniawi, kita kembali kepada Allooh سبحانه وتعالى
untuk menunaikan sholat, zakat dan sebagainya. Orang yang memakmurkan masjid
adalah orang yang beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى, dalam bentuk takut
kepada hukuman Allooh سبحانه وتعالى tentang adanya suatu hari dimana hati dan
penglihatan digoncangkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Jadi orang yang memakmurkan masjid adalah orang yang beriman kepada Allooh
سبحانه وتعالى dan beriman kepada Hari Akhir. Maka kalau kita masuk masjid,
dapat ditinjau dari dua pandangan, yakni:
1. Masjid sebagai bangunan fisik
2. Memakmurkan masjid dalam rangka ibadah,
menegakkan syi’ar-syi’ar yang disyari’atkan oleh Allooh سبحانه وتعالى.
Oleh karena itu, membangun masjid adalah dari dua tinjauan tersebut. Kalau
hanya sekedar membangun dan membangun bangunan masjid, maka itu adalah bagian
dari tanda-tanda hari Kiamat. Bila orang sudah suka membangun fisik masjid,
lalu berbangga-bangga dengan fisik bangunannya maka itu adalah tanda Hari
Kiamat.
Diriwayatkan dari ‘Abdullooh bin Abbas رضي الله عنه, ia berkata bahwa
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَا أُمِرْتُ بِتَشْيِيدِ
الْمَسَاجِدِ
Artinya:
“Aku tidak diperintah untuk membuat megah masjid-masjid.” (Hadits
shohiih diriwayatkan oleh Imaam Abu Daawud رحمه الله no: 448)
Juga diriwayatkan dari Anas bin Maalik رضي الله عنه, ia berkata,
نهى رسول الله صلى الله عليه و
سلم أن يتباهى الناس في المساجد
Artinya:
“Rosuululloohصلى الله عليه وسلم telah melarang
manusia berbangga-bangga dengan bangunan masjid.”
(Hadits Shohiih Riwayat Imaam Ibnu Hibban رحمه الله no: 1613)
Lalu dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
bersabda :
من أشراط الساعة أن يتباهى الناس
في المساجد
Artinya:
“Salah satu tanda hari Kiamat adalah manusia
berbangga-bangga dengan bangunan masjid.” (Hadits shohiih riwayat
Imaam An Nasaa’i رحمه الله no: 689 dari Anas bin Maalik رضي الله عنه)
Dan juga sabda beliau صلى الله عليه وسلمsebagai berikut:
يأتي على أمتي زمان يتباهون
بالمساجد ولا يعمرونها إلا قليلا
Artinya:
“Akan datang suatu zaman atas manusia yang pada zaman itu mereka berbangga-bangga
dengan bangunan masjid, mereka tidak
memakmurkannya kecuali sedikit saja.” (Hadits Riwayat
Imaam Abu Ya’laa رحمه الله no: 2817 dari Anas bin Maalik رضي الله عنه dan
menurut syeikh Husen Salim Hasan sanadnya adalah Hasan)
Sementara, yang lebih penting daripada itu adalah memakmurkan
masjid, yaitu yang disebut dengan Syi’ar Al Islaam.
Yakni menjadikan peran masjid lebih luas lagi dengan menyebarkan syi’ar Islam
sebagaimana yang diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله
عليه وسلم.
Dari Kitab Mausuu’at Al ‘Adab Al Islaamiyyah, dijelaskan
apa-apa saja yang harus kita lakukan berkenaan dengan ‘Adab terhadap Masjid
yang selalu hendaknya kita makmurkan setiap hari :
1. Niat kita harus ikhlas kepada Allooh
سبحانه وتعالى.
Ketika seseorang masuk kedalam masjid untuk sholat berjama’ah atau
memakmurkan masjid dalam bentuk kegiatan yang lain, misalnya: Tadarrus Al
Qur’an, dll dan menjadikan Masjid itu terhormat, maka semua itu haruslah
ikhlas karena Allooh سبحانه وتعالى. Bukan karena riya’ atau
hal-hal yang lainnya selain daripada untuk menjalankan perintah Allooh سبحانه
وتعالى, sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Ghofir (40)
ayat 65 :
هُوَ الْحَيُّ لَا إِلَهَ إِلَّا
هُوَ فَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya.
Segala puji bagi Allooh Robb semesta alam.”
Dan dalam QS. Al Bayyinah (98) ayat 5:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ …
Artinya:
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allooh dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) dien dengan lurus…”
Bahkan hendaknya seseorang datang ke masjid itu adalah karena kebutuhan,
bukan karena keharusan. Tetapi bila kita yakini bahwa Masjid itu merupakan
kebutuhan kita, dan bila tidak memakmurkan Masjid itu maka kita yang merugi;
dengan demikian langkah kita menuju Masjid pun menjadi lebih ringan.
2. Ketika berjalan menuju ke masjid haruslah dengan tenang
Ketika menuju masjid, lakukanlah dengan tenang, jangan berjalan dengan
terburu-buru atau berlari-lari. Kalaupun sholat berjama’ah sudah dimulai, maka
kedatangannya ke masjid ada hukumnya yakni yang disebut dengan Masbuuq.
Masbuuq artinya menyempurnakan roka’at sholat dari
roka’at yang kurang. Itu ada hukumnya, oleh karena itu janganlah
terburu-buru atau berlari-lari untuk datang ke masjid.
Diriwayatkan dari shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, ia berkata bahwa
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ
تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Apabila sholat telah ditegakkan, maka janganlah kalian mendatanginya
dengan tergesa-gesa, namun datangilah dengan berjalan
dan hendaklah kalian menjaga
ketenangan. Ikutilah roka’at yang dapat kamu ikuti dan
sempurnakanlah roka’at yang tertinggal.” (Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory
رحمه الله dan Imaam Muslim رحمه الله)
Hendaknya berniat datang ke masjid itu di awal waktu,
apalagi bila sudah terdengar suara Adzan yang memberitahukan bahwa sudah masuk
waktu sholat. Dan esensinya adalah memberitahukan pula bahwa Allooh سبحانه
وتعالى itu adalah Maha Besar, sehingga merupakan kewajiban setiap muslim untuk
mengagungkan asma Allooh سبحانه وتعالى dan memprioritaskan panggilan
Allooh سبحانه وتعالى daripada panggilan perniagaan ataupun panggilan hawa nafsu
dan sebagainya.
Di negeri kita Indonesia, kalaupun seseorang datang lebih dahulu ke masjid,
ternyata ada pula kekeliruannya, yakni ia berdendang (bernyanyi / melantunkan
sya’ir) dari nyanyian-nyanyian orang Sufi, seperti misalnya
( إلهي لست للفردوس أهلا ** ولا
أقوى على نار الجحيم )
“Robbi lastulil firdausi ahlaa walaa aqwa ‘alaa naaril jahiimi”.
(Ya Allooh, aku ini tidak layak kalau menjadi penghuni
surga (Firdaus), tetapi aku tidak kuat (tahan) kalau aku
Engkau masukkan kedalam neraka Jahim)
( فهب لي توبة واغفر ذنوبي **
فإنك غافر الذنب العظيم )
“Fahablii taubatan waghfir dzunuubii, fa innaka ghoofirudz dzanbil
‘adziimi“
(Maka berikanlah padaku pengampunan atas dosa-dosaku. Sesungguhnya
Engkau adalah Maha Pengampun atas dosa-dosa yang besar.)
Perhatikanlah betapa kandungan nyanyian atau lantunan sya’ir yang
dilakukan oleh sebagian kalangan di negeri kita ini, isi sya’irnya bahkan
bertentangan dengan sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم
sebagai berikut :
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ
الْفِرْدَوْسَ
Artinya:
“Jika kalian minta surga, maka mintalah surga Firdaus.”
(Hadits Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 2790)
Artinya, justru kita diperintah oleh Rosuulullooh صلى الله
عليه وسلم untuk meminta surga Firdaus, sambil kita
imbangi permintaan kita tersebut dengan melakukan berbagai amalan
shoolih. Kalau meminta yang lebih rendah daripada surga Firdaus,
berarti kemauan orang tersebut rendah, tidak punya idealisme. Yang seperti ini
tidak boleh. Jadi kandungan nyanyian mereka itu jelas tidak sesuai
dengan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Ada lagi kekeliruan yang dilakukan sebagian kalangan, yakni sebelum adzan
(ataupun diantara Adzan dan Iqomat) di dalam masjid mereka mendendangkan
sholawatan dengan speaker (pengeras suara). Lalu ada pula yang
mengucapkan :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ
يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
“Innallooha wamalaaikatahu yusholluuna ‘alan nabiy”, dan
sebagainya. Itu semua tidak ada tuntunannya dari Rosuulullooh صلى الله عليه
وسلم, dan merupakan perkara yang Bid’ah. Tidak ada
ajaran yang shohiih yang menyuruh bahwa
sebelum adzan itu ada do’a-do’a atau bacaan-bacaan tertentu yang perlu
diserukan oleh Mua-dzdzin. Langsung saja Bismillah,
lalu Adzan.
Justru lantunan sya’ir atau bacaan-bacaan yang Bid’ah
yang dikumandangkan keras-keras melalui speaker
itu sebenarnya mengganggu orang yang ingin menjalankan Sunnah Rosuulullooh
صلى الله عليه وسلم, yaitu melakukan sholat Tahiyyatul Masjid atau
Sholat Qobliyah yang membutuhkan ke-khusyu’-an.
3. Bagi wanita, bila ingin hadir ke Masjid, maka tidak boleh berhias
muka (ber-make-up)
Juga tidak boleh menggunakan harum-haruman, wangi-wangian ataupun parfum.
Perhatikanlah sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan oleh
Imaam Muslim, dari Abu Hurairoh رضي الله عنه :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ
بَخُورًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ الآخِرَةَ
“Siapapun wanita yang menggunakan parfum
(wangi-wangian), maka janganlah ikut sholat Isya bersama kami.”
(Hadits Riwayat Imaam Muslim no: 1026)
Bukan berarti bahwa wanita harus bau-badan. Karena kalau memang wanita itu
mau memelihara dirinya di rumah, tentu tidak akan tercium bau badannya. Yang
tidak boleh itu adalah menyengaja mengeluarkan anggaran khusus untuk parfum
ketika ia akan datang ke Masjid.
Dalam Hadits yang lain, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا شَهِدَتْ إِحْدَاكُنَّ
الْمَسْجِدَ فَلاَ تَمَسَّ طِيبًا
“Jika salah seorang dari kalian (wanita) hendak sholat ke masjid, maka
janganlah menyentuh Tib (minyak wangi).” (Hadits Riwayat Imaam Muslim no:
1025, dari Zainab رضي الله عنها istri Rosulullooh صلى الله عليه وسلم)
Lalu dalam Hadits yang lain lagi, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ
لاِمْرَأَةٍ تَطَيَّبَتْ لِهَذَا الْمَسْجِدِ حَتَّى تَرْجِعَ فَتَغْتَسِلَ
غُسْلَهَا مِنَ الْجَنَابَةِ
Artinya:
“Wanita siapapun yang menggunakan minyak wangi kemudian keluar menuju
masjid, dan ikut berjama’ah di masjid, maka sholatnya tidak diterima sampai ia
mandi sebagaimana mandi janabah.” (Hadits Riwayat
Imaam Abu Daawud no: 4176 dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)
Maka bagi wanita, bila ingin keluar (khususnya untuk ke masjid), dilarang
memakai harum-haruman atau minyak wangi.
Meskipun demikian, seorang wanita boleh datang ke masjid, bahkan seorang
suami atau wali tidak boleh melarang seorang wanita pergi ke masjid.
Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :
لاَ تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ
مَسَاجِدَ اللَّهِ
Artinya:
“Jangan kalian melarang kaum wanita pergi ke masjid!” (Hadits
Riwayat Imaam Al Bukhoory no: 900 dan Imaam Muslim no: 1018)
Jadi, wanita pada dasarnya tidak boleh dilarang bila ia ingin datang ke
masjid, asalkan wanita tersebut memperhatikan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه
وسلم tentang larangan menggunakan harum-haruman atau minyak wangi dikala ia
pergi ke masjid.
Bahkan Sunnahnya, wanita yang ingin pergi ke masjid, hendaknya datangnya
belakangan atau di akhir waktu, dan pulangnya lebih duluan dari jama’ah
laki-laki. Hikmah dari Sunnah ini adalah agar laki-laki bisa memelihara
pandangannya untuk tidak melihat para wanita itu.
Fathiimah رضي الله عنها, putri Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, berkata,
“Ciri-ciri wanita shoolihah adalah ia tidak melihat laki-laki dan
laki-laki tidak melihat mereka.”
0 comments:
Post a Comment